Prashalat
Khusuk, kata UAH, dimulai sejak hendak memulai shalat. “Orang khusuk itu—laki-laki maupun perempuan tanpa terkecuali—saat akan mulai shalat, menyadari bahwa dalam shalat itu dia akan menghadap kepada Allah,” terangnya.
Dia mengilustrasikan, ketika kita hendak memenuhi undangan bertemu orang yang mulia, kita bersiap-siap sedemikian rupa. “Tampilan diperbaiki,” imbuhnya.
Dia menegaskan, “Nah, yang mengundang kita shalat adalah Yang Maha Segalanya. Maka ketika mendengar adzan, rasakan kita dipanggil oleh Dzat yang memiliki semua sifat keagungan!”
Kemudian, dia mengimbau untuk mengenakan pakaian terbaik dan terindah karena bisa mengantarkan pada kekhusukan. “Bukan (pakaian atau mukenah) mewah ya, tapi terbaik dari harta yang paling halal!” tuturnya.
Ini sesuai anjuran dalam al-A’raf ayat 31.
يٰبَنِىۡۤ اٰدَمَ خُذُوۡا زِيۡنَتَكُمۡ عِنۡدَ كُلِّ مَسۡجِدٍ وَّكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا وَلَا تُسۡرِفُوۡا ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الۡمُسۡرِفِيۡنَ
Artinya, “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Lalu, perlu menyempurnakan wudhu. “Kalau wudhunya benar, hatinya mulai terbuka,” ujar UAH.
Usai wudhu, dia mengimbau agar mengucapkan doa taubat: “Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuluhu. Allahummaj’alni minat tawwabina.”
Barulah menghadap ke arah kiblat. Begitu mendengar iqamah, lanjutnya, bergetarlah jiwanya. Dia menegaskan, iqamah itu persiapan untuk kesempurnaan.
Baca sambungan di halaman 3: Shalat Terakhir