Shalat Terakhir
Selain itu, berdasarkan al-Maidah ayat 6 kita harus menyadari, bisa jadi itu panggilan menghamba yang terakhir di kehidupan. “Itu shalat terakhir yang kita tunaikan dan mengantarkan kita pada Allah di ujung kehidupan,” imbuhnya.
Nabi pernah mengatakan sebelum shalat, “Jamaah sekalian, shalatlah kita semua dan rasakan mungkin ini shalat perpisahan kita dengan kehidupan kita. Jadikan shalat sebagai perpisahan kita!”
Ketika menghadap, lanjutnya, rasakan bagaimana kalau wafat saat shalat ini, sementara masih punya banyak salah. Maka, usai takbir, kemudian membaca doa Iftitah, akui: “Ya Allah, hamba mengakui, saat menghadap ini punya banyak dosa.”
“Maka mohon ya Allah, jauhkan antara hamba dengan dosa hamba, kalaupun nanti di akhirat akan ditampakkan, jauhkan sejauh-jauhnya seperti Engkau jauhkan antara timur dengan barat.”
“Ya Allah, kalau kesalahannya begitu pekat, seperti noda dalam pakaian, maka mohon ya Allah, bersihkan dengan segala kuasaMu.”
Begitu pula ketika membaca doa:
أِنِّ وَجَّهْةُ وَجْهِيَ ِللذِيْ فَطَرَالسَّمَوَاتِ وَاْلآَرْضَ حَنِيِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمْحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
UAH artikan secara bebas, “Ya Allah, dalam shalat ini aku hadapkan diriku sepenuhnya pada Engkau penguasa langit dan bumi. Sungguh semua shalatku, ibadahku, dan hidupku, bahkan kalaupun aku wafat dalam shalat ini aku taubat ya Allah. Aku jadikan semua urusan hanya karenaMu saja. Ampuni dosaku ya Allah.”
Baca Pahami Amalkan
Untuk rahasia sukses khusuk yang terakhir, UAH mengajak memahami al-Ankabut ayat 45. Awalnya ada kata ‘utlu’ yang artinya membaca.
Di ayat itu diperintahkan untuk membaca dengan pemahaman serta mengamalkan apa yang telah dibaca. Dia juga menekankan pentingnya memahami praktik (tata cara gerakan), bacaan, dan hikmahnya (makna semuanya).
Sebenarnya, ini meliputi aspek tilawah, yaitu baca, pahami, dan amalkan. Sehingga, ketiga unsur anatomi manusia berfungsi (fisik, akal, dan ruh).
Misal, ketika fisik bergerak: mengangkat tangan sambil lisan bertakbir, maka akal yang paham menerjemahkan ‘Allah Maha Besar’. Kemudian hati meresapi: ‘Ya Allah saya berikrar Engkau Maha Besar. Tapi dalam hidup saya senantiasa merasa besar, sombong, merasa lebih tinggi dibanding kawan yang lain’.
UAH mengingatkan, diksi ‘udzlu‘ itu singkat tapi punya makna yang dalam. “Bisa jadi ada yang shalat, tidak mendapat kekhusukan, karena tidak mengerti apa yang dia baca dan dilakukan dalam shalatnya,” terangnya.
Dia lantas bertanya, bagaimana bisa khusuk kalau tidak paham apa yang diucapkan dan dilakukan? (*)
Editor Mohammad Nurfatoni