Seberat Apapun Masalah Harus Dihadapi, oleh Roniyah Pratista Andanitya, siswa kelas XIII SLTA Pondok Pesantren (Ponpes) Karangasem, Paciran, Lamongan.
PWMU.CO – Hari Sabtu tanggal 29 Januari 2022 saya mewawancarai seorang teman yaitu Farah Adillah Hasan. Dia adalah Ketua Organisasi Pondok Pesantren Karangasem Muhammadiyah (OPPKM), masa bakti 2021/2022.
Dia merupakan sahabat yang menginspirasi kehidupan saya. Suatu saat saya memberikan beberapa pertanyaan kepadanya. Di antaranya, apa yang membuatnya begitu kuat dalam memimpin OPPKM.
Menurut Ukhti Fara, sapaannya, keyakinan adalah satu kata yang selalu ada di dalam hari-harinya. Keyakinan menjadi sesuatu yang menemaninya sebagai ‘nakhoda kapal’ yang diisi penuh puluhan kepala dengan berjuta isi dan perbedaan pemikiran.
Tentu tak mudah untuk menghadapinya. Tidak mudah menyatukan perbedaan pemikiran dari berpuluh kepala itu. Terkadang kesalahpahaman, ketidakkeselarasan langkah, dan terpaan kritik menghujaninya.
“Kita harus menjadi sebuah payung yang kokoh, melindungi jati diri organisasi dari segala badai keburukan. Kita sama-sama sadar bahwa kesempurnaan tidak selalu mengiringi langkah kita. Tapi apa kita salah untuk menjadi lebih baik? Setidaknya masih ada rasa ingin berevolusi dari pada berdiam diri, karena segala apapun itu butuh derakan,” ungkapnya.
Menurutnya, organisasi tidak selamanya penuh dengan tuntunan. Tergantung niat ikhlas atau tidaknya ketika menjalaninya. “Amanah itu akan menjadi beban berat jika dari hati kita tidak pernah terbesit rasa ikhlas untuk sebuah pengorbanan. Cukup nikmati saja prosesnya, maka dengan mudah kita akan mendapat manfaatnya,” tuturnya.
Berada di Titik Takdir
Ukhti Fara tidak pernah percaya bisa berada di titik takdir ini. Impian dia belajar di salah satu sekolah favorit di daerah asalnya menjadi satu hal yang diperjuangkannya saat itu. Tapi takdir Allah berkata lain. Nyatanya sekarang enam tahun sudah menempa ilmu di zona pantura ini: Ponpes Karangasem.
“Kembali lagi bicara soal titik takdir. Sejujurnya diri ini masih merasa belum pantas untuk menerima amanah sebesar ini. Tapi dari keyakinan hati, saya bisa ikhlas dan menerima semua tantangan ini, yang akan mengantarkan saya mengenal banyak hal tentang arti kehidupan,” ungkap dia.
Sebab, ternyata begitu banyak rintangan yang menghadang. Entah permasalahan internal ataupun eksternal. Terutama ketika kebersamaan sangat dibutuhkan tapi malah semua sibuk dengan ego masing-masing. Tentu bukan hal yang mudah meruntuhkan ego untuk menggapai kebersamaan.
Kita sendiri sadar tidak semua orang bisa dipaksakan untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan. Tapi Ukhti Fara memiliki keyakinan ketika di satu sisi ada yang tengah sibuk untuk peduli.
Hal ini berkaitan dengan masalah menghargai dan dihargai. Semua hal pasti memberikan timbal balik atas apa yang kita lakukan. Jika diri saja susah untuk menghargai bagaimana keinginan untuk dihargai bisa terwujud? Inilah yang menjadi pokok pembelajaran terhebat dalam organisasi.
Belajar menghargai dan dihargai untuk orang lain merupakan hal yang sangat penting. Karena kita hidup di antara beribu macam karakter manusia. Hal ini yang menjadi motivasi Ukhtiu Fara, sehingga masih tetap bertahan. “Yakinlah apapun yang kita lakukan di masa kini akan menjadikan apa kita di masa depan,” tuturnya.
Dari wawancara dengan Ukhti Fara, saya mendapat pelajaran: seberat apapun rintangan atau masalah, harus dihadapi. Karena mungkin dari masalah itu menjadikan kita lebih baik di masa kini dan masa depan. Karena semua hal yang terjadi adalah pembelajaran. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni