PWMU.CO– Kenapa pilih Aisyiyah menjadi nama organisasi perempuan Muhammadiyah, kok bukan Khadijiyah yang merujuk kepada nama istri pertama Nabi?
Pertanyaan itu mencuat dalam Kajian Ahad Pagi yang diadakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan di halaman Pondok Pesantren SPEAM (Sekolah Pesantren Entrepreneur Al-Maun Muhammadiyah) Putri Kota Pasuruan, Ahad (6/2/22).
Penceramah Wakil Ketua PWA Jatim Dra Hj Rukmini Amar melontarkan pertanyaan itu kepada jamaah kajian yang mengambil tema Mewujudkan pendidikan Islami demi masa depan yang gemilang.
Rukmini menjelaskan, KH Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh yang concern dengan dunia pendidikan. ”Sebelum mendirikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan adalah pendidik. Baru kemudian di tahun 1912, beliau mendirikan organisasi untuk pergerakan, karena Nabi Muhammad saw juga menyuruh kita untuk selalu berjamaah, seperti perintah shalat berjamaah,” ungkap Rukmini.
Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Malang 2005-2015 itu melanjutkan, dalam menegakkan amar makruf nahi munkar harus melibatkan semua unsur di dalam masyarakat. Karena itu pada tahun 1917, lima tahun setelah berdirinya Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dan beberapa tokoh Muhammadiyah mendirikan Aisyiyah.
”Muhammadiyah dan Aisyiyah itu ibarat seekor burung yang baru bisa terbang dengan menggunakan kedua sayapnya,” terangnya.
Kenapa pilih nama Aisyiyah, menurut Rukmini, nama itu dinisbahkan kepada istri Nabi Muhammad, Aisyah ra. ”Kenapa kok Aisyah yang dipilih? Apakah Khadijah ra tidak baik?” tanya Rukmini. Padahal Siti Khadijah, lanjutnya, adalah istri yang menemani perjuangan Nabi di masa sulit. Bahkan memberikan banyak keturunan dan harta untuk dakwah kepada Nabi Muhammad.
Rukmini menerangkan, pemilihan nama Aisyiyah disesuaikan dengan bentuk pergerakannya meliputi keilmuan, keislaman, dan sosial kemasyarakatan.
Aisyah, menurut Rukmini, adalah istri nabi yang paling cerdas, salehah, dan pintar. Tercatat ada 2.210 hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah.
”Karena usianya yang masih muda, Aisyah memiliki kecerdasan serta ingatan yang paling kuat dari pada istri Rasulullah saw yang lain. Sehingga digunakan nama Aisyah karena lebih cocok dengan pergerakan organisasi ini,” imbuhnya.
Dari Aisyah ra, kata Rukmini, dapat diambil suatu hikmah: bahwa ilmu yang diperoleh ketika muda lebih membekas dan diingat dalam otak dibandingkan ketika mendapatkan ilmu di usia senja. Menuntut ilmu ketika muda bagaikan mengukir di atas batu yang sukar untuk hilang.
”Mumpung masih muda manfaatkan waktu kalian untuk belajar dan menuntut ilmu,” pesan Rukmini kepada santri SPEAM. (*)
Penulis Zafran Rayyan Ghifari Editor Sugeng Purwanto