
Bendungan Bener Membendung Aspirasi Bener oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Peristiwa pengerahan aparat polisi yang berlanjut dengan penangkapan dan penahanan warga Desa Wadas yang menentang penambangan batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener di Purworejo Jawa Tengah telah menjadi berita terhangat.
Kekerasan Wadas ini konon menjadi evaluasi Istana. Elemen masyarakat mengecam keras penanganan represif dalam kasus ini. Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah turut mendapat sorotan.
Proyek Bendungan Bener membutuhkan batu andesit. Justru penambangan batu andesit inilah yang menjadi masalah. Masyarakat Wadas berkeberatan atas proyek penambangan yang dikhawatirkan akan merusak lingkungan.
Ribuan aparat kepolisian disiapkan untuk ”pengawalan” pengukuran tanah. Diawali dengan membuat tenda di Kaliboto belakang Polsek Bener. Mengepung warga Wadas, men-sweeping dan mengejar hingga area masjid. Alasannya, ada massa pro dan kontra. Biasa, argumentasi standar.
Pemerintah semestinya mendengar aspirasi yang bener dari warga Bener yang keberatan atas penambangan quarry atau batu andesit yang dinilai merusak lingkungan tersebut. Pemaksaan kehendak dengan mengerahkan aparat merupakan tindakan sewenang-wenang. Menuduh provokasi atas aksi perlawanan telah menjadi budaya buruk dari kaum otoritarian.
Bermula dari SK Gubernur Jateng No. 590/20 tahun 2021 tentang Pembaharuan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener tanggal 7 Juni 2021. Masyarakat memprotes hingga menggugat ke PTUN. Namun sayangnya proses pengukuran tetap dilakukan. Hal ini memicu warga melakukan perlawanan.
Dua Ormas besar PBNU maupun PP Muhammadiyah melalui lembaga hukumnya memprotes dan mengecam perlakuan represif dan intimidatif aparat kepada warga Wadas. Sementara pemerintah melalui keterangan Menko Polhukam bertekad untuk tetap melanjutkan agenda pengukuran dan lainnya. Itikad baik hanya membebaskan warga yang ditahan.
Penjelasan pemerintah yang tetap ngotot melanjutkan proyek tanpa upaya mencari solusi, tidak akan meredakan ketegangan dan perlawanan. Merasa tak ada hukum yang dilanggar, pemerintah sepertinya akan jalan terus.
Sebaliknya warga melalui kuasa hukumnya menyatakan, proyek itu melanggar hukum. Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan Proyek Strategis Nasional (PSN) harus dihentikan. Karenanya proyek Bendungan Bener ini juga harus dihentikan.
Tuntutan warga Wadas cukup beralasan yakni cabut SK Gubernur, dialog dengan masyarakat, libatkan warga setempat, serta pelihara lingkungan hidup. Ingat bunyi pasal 33 ayat (3) UUD 1945: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Undang-Undang Lingkungan Hidup mengatur bahwa pemanfaatan lingkungan harus memperhatikan tiga aspek, yakni berkelanjutan proses serta fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, serta keselamatan mutu hidup dan masyarakat.
Inilah yang dikhawatirkan warga Wadas yaitu pelanggaran atas Undang-Undang Lingkungan Hidup. Lingkungan yang dirusak.
Kepercayaan kepada pemerintah sebagai pemangku amanah yang mampu memelihara lingkungan hidup sangatlah rendah. Kebijakan dan praktiknya sering bersifat eksploitatif bukan kemakmuran rakyat banyak.
Pemerintahan yang terlalu banyak janji dan terlalu banyak juga ingkar janji.
Aspirasi bener warga Wadas dibendung oleh proyek Bendungan Bener. Proyek itu dikerjakan dan diproteksi dengan cara yang tidak bener. (*)
Bandung, 11 Februari 2022
Editor Sugeng Purwanto