PWMU.CO– Rezim Orde Baru dengan wajah lain muncul dalam penguasa sekarang ini. Kata humanis, demokratis, bersahabat, cuma jargon yang menjadi lipstik para elite dan aparat.
Hal itu dilontarkan Firdaus Suudi, Ketua DPD IMM Jatim, Jumat (11/02/2022). Pernyataannya itu menanggapi kekerasan polisi terhadap warga Desa Wadas Purworejo yang menolak penambangan batu andesit di daerahnya.
Dalam praktiknya, kata dia, perampasan tanah, tindak kekerasan, teror dan intimidasi terjadi di mana-mana.
“Maka IMM menuntut agar Polri meminta maaf kepada masyarakat Wadas dan presiden mengevaluasi kinerja Polri,” tegas dia.
“Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat setidaknya terdapat 30 kejadian konflik agraria di Jawa Timur. Jumlah tersebut tercatat paling paling banyak se-Indonesia kurun waktu 2021. Jika polisi cara pandangnya tidak berubah dan tidak mengutamakan pendekatan yang humanis. Maka ke depan kita akan menghadapi tragedi-tragedi serupa Wadas di Jatim,” ujarnya.
IMM mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersiap dan bersolidaritas atas kondisi tersebut. Tidak menutup kemungkinan kejadian-kejadian tersebut akan terjadi di Jatim.
“Beberapa kejadian seperti di Banyuwangi bisa jadi contoh dan kita semua harus waspada” ujar Firdaus.
Firdaus menambahkan IMM sedang berkordinasi dengab semua lapisan di daerah ataupun di provinsi untuk bersiap dan menggalang kekuatan.
Masalah Wadas adalah masalah Indonesia. Jadi sudah sewajarnya semua organisasi mahasiswa di semua lapisan mengutuk dan merespon aksi tersebut. Dalam waktu dekat akan ada solidaritas besar merespon hal tersebut.
Seperti diberitakan telah terjadi kekerasan oleh pasukan polisi terhadap warga Wadas Purworejo yang menolak penambangan batu andesit untuk Bendungan Bener, Selasa (8/2/22).
Sebanyak 64 orang ditangkap karena dianggap sebagai provokator. Tapi sehari kemudian dilepaskan polisi.
Warga Wadas menolak penambangan karena bisa merusak hutan dan mata air yang menjadi penghasilan mereka.
Polisi beralasan mengerahkan pasukan untuk menjaga prngukuran tanah yang dilakukan oleh BPN.
Editor Sugeng Purwanto