Susunan Materi Dakwah
Selanjutnya, Amir mengulas susunan materi dakwah. Pertama, muqaddimah (pendahuluan) yang memuat jawaban atas pertanyaan mengapa menyampaikan topik dakwah tersebut, ‘illat (sebab) yang melatarbelakangi topik dakwah, dan hikmah atau tujuannya.
Setelah itu, masuk pada pembahasan. Di sinilah pendakwah perlu menentukan perspektifnya ketika memaparkan topik dakwah multiperspektif. Contoh atau tips praktis juga bisa diulas di sini.
Terakhir, kesimpulan atau penutup. “Ada rangkaian inti dari keseluruhan topik dakwah dalam bahasa yang ringkas, lugas dan praktis!” tuturnya.
Kesalahan dalam Berpidato
Amir juga memaparkan beberapa kesalahan umum saat berpidato. “Hindari kata Sayidina dalam membaca shalawat Nabi Muhammad!” imbaunya merujuk Putusan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Kesalahan lainnya, memutus ayat maupun haditsnya dalam ber-istidlal (mengambil dalil), sehingga tidak tersampaikan secara utuh. Dia mencontohkan, saat mengutip al-Furqan ayat 74, biasanya muballigh langsung mengutip mulai dari ‘Rabbanaa…”. Padahal bunyi lengkap ayatnya:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Selain itu, muballigh ada yang menunjukkan ekspresi wajah tidak menggembirakan atau kebablasan dalam berhumor. Dia juga mengingatkan agar isi materi tidak mencela, menghina, dan tidak fokus pada isi yang dituju. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni