PWMU.C0 – Kematangan seseorang dalam ber-Muhammadiyah tidak ditentukan oleh lamanya ia menjadi anggota. Tapi oleh kemajuan cara berfikir yang mencerminkan kesesuaian dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh gerakan Islam Berkemajuan tersebut.
Banyak orang mengaku sudah menjadi kader sejak kecil, tapi perilaku dan cara berpikirnya belum berkemajuan. Sementara tidak sedikit figur yang baru bergabung tapi pikiran dan tindakannya menunjukkan karakter berkemajuan. Pernyataan tersebut diungkapkan Nadjib Hamid dalam Kajian Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kebomas, Gresik (25/12).
(Baca: Gairah Ber-Muhammadiyah: seperti Virus yang Menyebar ke Mana-Mana)
“Siapa saja yang pikiran dan tindakannya berkemajuan, meski belum punya NBM (Nomer Baku Muhammadiyah), sejatinya ia telah menjadi Muhammadiyah. Sebaliknya, kalau fikiran dan tindakannya belum berkemajuan, meski sudah lama punya NBM—bahkan sejak di kandungan sudah Muhammadiyah, karena kedua orangtuanya Muhammadiyah—hakekatnya belum Muhammadiyah,” tegas Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim tersebut
Bagi dia, Gerakan Islam Berkemajuan ini tidak boleh terbelenggu oleh sekat-sekat primodial antara senioritas dan yunioritas para aktivisnya. “Terlalu berat tantangan yang dihadapi, jika masih mempersoalkan masalah-masalah primordial seperti itu,” ujarnya seraya menegaskan bahwa yang yunior harus tetap menghormati pada senior, tapi tidak boleh tersandera.
(Baca juga: Ciri Pemimpin Berkemajuan: Proaktif, Bukan Menunggu)
Setelah menjelaskan tentang makna Islam Berkemajuan, ia menyerukan agar Muhammadiyah dikelola dengan manajemen yang menggembirakan dan memudahkan. “Jika ada aturan teknis administratif yang menjadikan gerakan ini mandeg atau tidak bisa bergerak cepat, harus diambil diskresi,” pesannya. Baca sambungan di halaman 2: Diskresi, menurut Nadjib …