PWMU.CO – Cita-cita individu harus selarah dengan cita-cita hidup Muhammadiyah disampaikan Dr Taufiqullah Ahmadi MPdI dalam Pengajian Ideologi Muhammadiyah secara hybrid, Selasa (15/2/22).
Dalam kajian yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) GKB Gresik ini Taufiqullah mengatakan semua orang memiliki cita-cita yang berbeda secara individu. Tiap individu, ranting atau Aisyiyah punya cita-cita hidup yang bersifat individu bagi dirinya sendiri.
“Jadi berbeda, cita-cita hidup setiap individu dengan cita-cita hidup di dalam Muhammadiyah,” ujarnya di hadapan jamaah di Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Mantan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik ini memaparkan kalau kita sebagai warga Muhammadiyah, cita-cita individu harus disamakan, diseleraskan dengan cita-cita hidup Muhammadiyah.
Jangan sampai, lanjutnya, cita-cita pribadi itu bertentang dengan cita-cita hidup Muhammadiyah. Ketika menjadi pengurus, anggota Muhammadiyah, cita-cita hidupnya tidak sama dengan cita-cita hidup Muhammadiyah-nya. “Apakah ini ada atau tidak engge?” tanyanya ke jamaah.
Rumusan Muhammadiyah
Taufiqullah menjelaskan orang yang ada di dalam Muhammadiyah, tapi cita-cita hidupnya bertentangan dengan Muhammadiyah itu perlu diberi penjelaskan supaya orang itu bisa menyamakan keyakinannya dan cita-cita hidup sesuai dengan yang dirumuskan Muhammadiyah.
“Mengapa para pimpinan merumuskan Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM)?” tanyanya.
Para pimpinan, tegasnya, merasa semangat juang warga Muhammadiyah dalam menggerakkan Muhammadiyah semakin menurun. “Itu disampaikan pada tahun 1969,” katanya.
Panglima Perang
Taufiqullah mengungkapkan Cabang dan Ranting adalah ruh. Dia adalah panglima perang. Kalau Cabang dan Ranting tidak memiliki semangat berjuang dalam ber-Muhammadiyah, maka Muhammadiyah akan mandek dan tidak berkembang.
“Salah satu faktor adalah mengapa para pengurusnya tidak bergerak, penyebabnya pertama adalah karena mereka tidak memahami MKCHM,” katanya.
Kedua, sambungnya, semangat warga Muhammadiyah lebih mementingkan pribadi dan pertimbangan materi atau duniawi. Kepentingan agama dan akhirat kurang diperhatikan.
“Ada orang Muhammadiyah pertimbangannya, semisal dia berprofesi sebagai dokter, terus dia mengatakan kalau aku sibuk ngurusi Aisyiyah, maka tidak akan buka praktik,” ungkapnya.
Faktor ketiga, lanjutnya, banyak warga yang mengaku anggota, simpatisan, bahkan menjadi pengurus Muhammadiyah tetapi sebenarnya mereka belum mengerti hakikat Muhammadiyah. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.