Ferdinand Hutahaean ternyata yang Lemah oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Akhirnya Ferdinand Hutahaean duduk juga sebagai pesakitan di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meski mengaku mualaf tetapi KTP Hutahaean masih mencantumkan agama Kristen.
Status ini mendasari dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Ketika pegiat twitter ini tak berkutik, ia mencoba berlindung dengan status mualafnya. Padahal yang tersinggung berat dan marah atas cuitannya adalah umat Islam.
Cuitan yang membuat keriuhan bahkan keonaran adalah ”Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu. Allahku tak perlu dibela.”
Pasal 1 UU No 1 tahun 1946, pasal 45 A UU ITE, dan pasal 156 a KUHP telah siap untuk menerkam pegiat medsos eks aktivis Partai Demokrat ini.
Ternyata Allah tidak lemah. Ferdinand Hutahaean yang lemah. Pernyataannya itu menghantam diri sendiri. Menunjukkan kelemahan dirinya. Ternyata dia tak punya pelindung seperti buzzer lainnya. Pelindung politik yang menguatkannya.
Ketika warganet ramai mereaksi cuitannya, maka Ferdinand menghapusnya. ”Saya hapus biar ga brisik org sprt lu. Ngga diapa2in tapi merasa diapa2in wkwkwk.” Akan tetapi bagi Jaksa Penuntut Umum “wkwkwk” itu menjadi bukti kesengajaan ejekan yang dapat menimbulkan keonaran. Memang Hutahaean harus serius bersiap-siap untuk menghuni jeruji besi..wkwkwk.
Meski ia beralasan bahwa cuitannya didasari pada kegamangan pada dirinya sendiri, namun dengan menyudutkan Allah dan dipublikasikan menjadi salah besar. Hutahaean memancing huru-hara. Allah ternyata tidak lemah, justru Hutahaean yang kini terkulai lemah. Allah tidak perlu dibela, Hutahaean yang butuh pembela di persidangan.
Bagi umat dan rakyat Indonesia tidak penting Hutahaean mau Kristen atau Islam. Rasanya tidak berguna sosok Ferdinand Hutahaean yang gemar nyinyir, berbaju buzzer dan cuat-cuit tak bermutu. Kecuali berubah total untuk menjadi orang yang baik dan rendah hati. Faktanya Hutahaean yang biasa menyakiti kini sedang sakit sebagai pesakitan.
Pengadilan hanya ruang sempit untuk mengadili diri. Ruang lebar itu ada pada keluasan jiwa sendiri untuk mau belajar membersihkan hati. Bukan pura-pura belajar untuk kemudian lebih pandai menipu kembali.
Selamat menikmati perjalanan mendaki. Anda telah membuat onar dan menista agama. Tidak penting Muslim atau Kristen. (*)
Bandung, 17 Februari 2022
Editor Sugeng Purwanto