Eee…., ternyata Buya menyela saya agar membiarkan sang anak tetap “berkreasi”. “Biarkan saja, biar bermain apa yang disukainya,” begitu kata Buya kepada saya atas kelakuan Haka.
Setelah duduk, barulah kami memperkenalkan diri sebagai warga Muhammadiyah Malang. Selain sedang mengantarkan anak yang sedang ujian untuk masuk Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta, juga ingin bersilaturrahim ke tokoh-tokoh Muhammadiyah.
[Baca juga: Mengkafirkan dan Mencaci Pelaku Bid’ah Bukanlah Ajaran Muhammadiyah. Begini Tutur Pak AR]
Perkenalan kami sebagai warga Muhammadiyah ini disambut hangat oleh Buya, yang langsung menanyakan bagaimana perkembangan Persyarikatan di daerah kami. Dan, tentu saja, memberi nasehat kepada kami bagaimana menjaga spirit ber-Muhammadiyah sebagai sarana untuk memajukan umat dan bangsa.
Salah satu pesan pentingnya adalah agar kami-kami generasi muda ini terus menggelorakan semangat berbangsa dan bernegara lewat Muhammadiyah. Sebab, kata beliau, salah satu cara merawat itu dengan mengharuskan warga Muhammadiyah tetap solid menjaga eksistensi Persyarikatan sebagai salah satu elemen bangsa.
[Baca juga: Cara Buya Syafii Maarif “Besarkan” Din Syamsuddin, Begini Kesaksian Hajriyanto Thohari]
Pembicaraan lebih serius barulah terjadi ketika saya memperkenalkan diri dari PWMU.CO, portal berita milik Muhammadiyah Jawa Timur. Tak lupa saya menyampaikan salam dari semua teman-teman PWMU.CO yang menaruh hormat pada beliau selaku mantan Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Barulah setelah itu terjadi wawancara yang serius, terutama tentang kondisi bangsa yang menurutnya sedang di ambang kehancuran [Beberapa hasil wawancara itu bisa dibaca: Kata Buya Syafii Maarif tentang Akar Masalah Ahok dan Ancaman 9 Naga]. Setelah wawancara yang panjang itu, barulah kami pamit undur diri.
[Baca juga: “Saya Tadi Sempat Menangis….,” Kesan Haedar Nashir Saksikan Gelora Warga Muhammadiyah Hadiri Milad di Bangkalan]
Bagi saya pribadi, penerimaan hangat Buya kepada saya dan keluarga, sangatlah luar biasa. Kami tidak janjian, tapi diterima dengan sangat baik.
Dalam pengamatan saya pula, Buya merupakan sosok yang sangat luar biasa kepribadiannya dalam menyambut tamu. Meski baru saja datang dari Medan–tentu bisa dibayangkan bagaimana capeknya karena beliau berusia 82 tahun–tapi Buya masih mau menerima kami dengan hangat dan ramah.
[Baca juga: Sudah di Bandara tapi Ketinggalan Pesawat, Begini Perjuangan Rombongan Haedar Nashir ke Banyuwangi]
Bahkan, saat kami pulang pun masih diantar diantar sampai ke pagar rumah, meski malam itu sedang hujan lebat! Ketika masuk maupun saat mau pulang, kami mau membantu membuka dan menutup pagar rumahnya, saja tidak boleh. Buya lakukan sendiri sebagai wujud penghormatan pada tamu.
Semoga Buya tetap sehat!