Artikel dan Opini
Adapun artikel, Amir menyebutnya sebagai tulisan ilmiah. Dia menerangkan, “Yaitu karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu yang dibuat untuk dipublikasikan di media online maupun cetak.”
Contohnya, buku, melalui koran, majalah, dan buletin. Tujuannya, kata Amir, menyampaikan gagasan dan fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan menghibur.
Pria yang saat ini aktif pada Divisi Pengajian Majelis Tabligh, Pembinaan, dan Pengembangan Ranting PCM GKB Gresik ini menegaskan, jika seorang mubaligh ingin berdakwah melalui artikel maka harus memahami ketentuan khusus.
Hal ini karena biasanya artikel akan dikirim ke media yang siap mempublish. Seperti koran, majalah, ataupun buletin.
“Jadi, artikel ini ada ketentuan khusus, berapa halaman, berapa kata, ada ketentuan khusus,” terangnya.
Makanya, Amir menegaskan, pendakwah lewat tulisan harus bisa menyesuaikan dengan template. “Kalau tidak menyesuaikan dengan kerangka, biasanya akan ditolak,” imbuhnya.
Amir lanjut menerangkan media dakwah tulis lainnya: opini. Yaitu pendapat, ide atau pikiran untuk menerangkan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap ideologi dan perspektif yang memiliki sifat tidak objektif.
“Biasanya kita lihat di blog, Google itu bisa berubah karena tidak objektif dan tidak adanya referensi,” imbuhnya.
Mengingat, sambungnya, opini berupa pendapat pribadi yang tidak mengikat dengan referensi yang ada.
Keunggulan dan Kelemahan
Amir kemudian menjelaskan keunggulan dan kelemahan dakwah bil qolam. Menurut Pria yang aktif menuangkan ide pikirannya melalui tulisan ini, dakwah melalui tulisan memiliki beberapa keunggulan.
Keunggulan dakwah melalui tulisan di antaranya, sifat obyeknya yang massif dan cakupannya yang luas, pesan dakwahnya dapat diterima oleh jutaan orang pembaca pada waktu yang hampir bersamaan, lebih dalam pengaruhnya dari gelombang suara lisan ahli pidato, dan tulisan akan melekat terus menerus dalam hati pembaca.
“Bahasa tulisan lewat media cetak lebih rapi dan teratur dari pada bahasa lisan karena menulis adalah berpikir dengan teratur. Pembaca juga bisa membaca berulang-ulang hingga meresapi,” tuturnya.
Namun ia tidak menampik bahwa dakwah melalui tulisan juga memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya tulisan memang dapat dibaca, namun tidak memiliki aspek bunyi suara manusia. “Sehingga kurang persuasif!” tegasnya.
Selain itu, menurutnya, tulisan hanya dapat disimak oleh khalayak yang berpendidikan dan yang memiliki kebiasaan membaca.
“Karena dalam penyebarannya memerlukan waktu yang lama untuk jarak yang jauh dengan demikian berita yang disajikan oleh missal surat kabar, buku bacaan, majalah. Tidak secepat media elektronik,” terangnya.
Dalam sesi diskusi, salah satu peserta bertanya, “Apakah flyer termasuk dakwah secara tertulis?”
Amir menjawab, flyer termasuk dakwah secara tertulis. “Iya, walaupun tulisannya dipublish di media elektronik ataupun dicetak,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni