Sah Vs Tidak
Amirsyah mengungkap, gagasan pemerintah Arab Saudi tentang penggunaan Metaverse sekarang menuai pro-kontra. “Apakah ibadah umrah-hajinya sah atau tidak?” ujarnya.
Pada forum itu, Amirsyah menegaskan dirinya tidak mengintervensi sah atau tidaknya penggunaan Metaverse. Sebab, untuk memutuskannya perlu diskusi panjang.
“Saya hanya ingin mengajak berdiskusi, kira-kira dengan dalil yang sudah kita miliki, mungkinkah kita menggunakan teknologi Metaverse untuk mengganti pelaksanaan ibadah yang kita lakukan?” ujarnya.
Kalau menurut penilaiannya sendiri (bukan ijtijhad jama’i), umrah haji lewat Metaverse termasuk kategori bentuk ibadah yang tidak sah. Karena tidak memenuhi rukun dan syarat sebagaimana dalam ibadah khusus.
Sebaliknya, Amirsyah membolehkan kalau menjadikannya sebagai latihan. “Boleh menggunakan teknologi Metaverse dalam bentuk pembelajaran, peningkatan keterampilan menggunakan teknologi,” imbuhnya.
Kata Wakil Ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan PP Muhammadiyah periode 2015-2020 itu, ajaran Islam mendorong teknologi jadi alat mempermudah pengembangan ilmu pengetahuan.
Bid’ah
Dia menilai, hadirnya teknologi Metaverse dalam kehidupan masyarakat tidak bisa dihindari. “Kehadirannya tidak bisa kita anggap enteng karena teknologi ini sudah mengupayakan kita untuk hidup berdampingan,” imbuhnya.
Tidak mau menggunakan teknologi, menurut Amirsyah, membuat seseorang berpikir stagnan. Dia mencontohkan, “Ibarat pintu ijtihad tertutup, ‘Karena di zaman Rasulullah tidak ada, itu hukumnya bid’ah’.”
Padahal, dia menekankan, ada bid’ah hasanah—untuk kemaslahatan bersama—meski mengadakan sesuatu yang belum Rasulullah lakukan. “Yang tidak boleh itu mengubah prinsip akidah yang bisa merusak tatanan kehidupan beragama,” ujarnya.
Maka, dia menyatakan, “Kalau teknologi kita kuasai, kita bisa mewujudkan maqashid syariah.”
Pun sebaliknya. “Kalau teknologi yang menguasai kita melalui Metaverse yang mendekonstruksi manusia, tentu ini merusak tatanan kehidupan beragama. Yang awalnya ingin mewujudkan kemashalatan, tapi justru sebaliknya, merusak,” terangnya.
Terakhir, dia berpesan, “Teknologi harus kita kuasai agar kita tidak dikuasai teknologi.”
Baca Berita Terkait: Umrah dan Haji Virtual, Menyesatkan!
Metaverse adalah sebuah seperangkat ruang virtual, tempat seseorang dapat membuat dan menjelajah dengan pengguna internet lainnya yang tidak berada pada ruang fisik yang sama dengan orang tersebut.
Adanya metaverse, memungkinkan seseorang untuk melakukan hal-hal seperti pergi ke konser virtual, melakukan perjalanan online, membuat atau melihat karya seni dan mencoba pakaian digital untuk dibeli. atau bahkan haji dan umrah.
Sepakat dengan pendapat Amirsyah Tambunan, Ketua Komisi Pengkajian Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur Prof Dr Kiai M Noor Harisudin MFilI mengatakan, belum ada dalil yang membolehkan beribadah mahdhah—seperti haji—di Metaverse. “Identitas virtual yang masuk, bukan identitas nyata,” ujarnya.
Ibadah haji di Metaverse yang viral itu berpotensi menjadi alternatif solusi bagi memanjangnya waktu tunggu berangkat. Tapi hanya kaum elite yang dapat melaksanakan haji dalam waktu yang mereka kehendaki.
Menurut Prof Haris, ini seolah mengesankan haji untuk kaum elite semata. Dia menilai, tidak mungkin mengabsahkan ibadah haji di Metaverse saat ini. Di samping karena tidak ada basis argumentasi ushuliyyah, Metaverse hanya bisa diakses segelintir elite saja.
Seprerti halnya shalat, tetap dilaksanakan menurut rukun syaratnya dan tidak bisa digantikan oleh kembaran digital di Metaverse. “Yang shalat kan individu di rumah, yang di Metaverse tidak, hanya imajinasi,” ungkapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni