Beragama di Dunia Metaverse
Haris mengingatkan, agama Islam terdiri tiga unsur. Yaitu akidah (tauhid), syariah (fikih), dan akhlak (tasawuf). Ketiga ajaran ini secara integral bermuara pada satu tujuan, yakni penghambaan kepada Allah SWT.
Kaitannya dengan Metaverse, dia bertanya retorik, “Apakah ajaran-ajaran tersebut masih berlaku dalam realitas virtual tersebut? Apakah Metaverse akan menciptakan semacam anomali terhadap diktum-diktum yang sudah tsawabit (mapan) dalam tiga unsur ajaran tersebut?”
Kemudian dalam aspek akidah, dia bertanya lagi, “Apakah keyakinan akan adanya Tuhan dan keberadaan Nabi sebagai ajaran inti dalam akidah akan serta-merta lenyap dalam diri manusia dengan kehadiran Metaverse?”
Sebelum mengkhawatirkan hal tersebut, menurutnya, manusia perlu mengkhawatirkan potensi kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Revolusi infotek dan biotek yang mungkin berpuncak pada metaverse sangat mungkin membuat manusia kehilangan jati diri.
“Manusia kehilangan jati dirinya sebagai makhluk yang bebas dan memiliki otoritas untuk memilih,” ujarnya.
Keberadaan algoritma, sambungnya, menuntut manusia perlu bertanya kepada dirinya sendiri, apakah pilihan-pilihan hidupnya di dunia nyata adalah pilihannya sendiri atau sejatinya adalah pilihan algoritma?
Jika telah kehilangan kendali atas dirinya sendiri, artinya secara sadar atau tidak agama yang dianutnya adalah agama data. “Manusia telah menghamba pada algoritma,” terangnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni