Jalur Politik
Setelah Indonesia merdeka, pada 1945, Yunan Nasution menjadi anggota Dewan Pemerintahan Provinsi Sumatera Timur. Juga, menjadi anggota eksekutif Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang berkedudukan di Kutaraja Banda Aceh.
Aktivitasnya di dunia politik terbilang berjalan baik. Ketika Partai Masyumi berdiri, Yunan Nasution terpilih sebagai Ketua Partai Masyumi Sumatera Timur.
Dalam perjalanannya, dia dinilai berhasil mengembangkan Partai Masyumi di Sumatera Timur dan Sumatera Utara. Penilaian itu, menjadi dasar bahwa posisi strategis Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Partai Masyumi layak saat kemudian diamanahkan kepadanya.
Yunan Nasution menduduki posisi Sekretaris Jenderal Partai Masyumi hingga partai ini membubarkan diri pada 1960. Membubarkan diri, karena tekanan rezim Orde Lama.
Sebagai politisi, Yunan Nasution pernah terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR-RIS). Lalu, kembali terpilih menjadi anggota DPR-RI hasil pemilu 1955.
Resiko Pejuang
Sikap kritis Yunan Nasution tak berubah, kapanpun. Saat berhadapan dengan penjajah, dia kritis. Dia pun bersikap kritis terhadap pemerintahan Orde Lama.
Seperti di masa penjajahan, sikapnya yang kritis ini lalu membawanya lagi ke tahanan atau penjara. Terkait ini, Lukman Hakiem menulis di www.republika.co.id 23 Januari 2017. Judulnya, “Yunan Nasution, Syahrir, Hamka: Kisah dalam Penjara Era Sukarno”
Menjelang subuh pada 16 Januari 1962 Yunan Nasution dijemput aparat dan ditahan. Pada saat yang berdekatan, selain dia juga banyak tokoh lain yang ditahan. Penahanan berlatar belakang politik ini menimpa banyak pemimpin Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Tanpa proses peradilan, Yunan Nasution dibebaskan pada 17 Mei 1966. Pada saat yang sama dibebaskan pula antara lain Muhammad Roem, Prawoto Mangkusasmito, Isa Anshary, E.Z. Muttaqien, Sholeh Iskandar, Mochtar Gozali, Subadio Sastrosatomo, Mochtar Lubis, dan J. Princen.
Berikutnya, pada Juli 1966, dibebaskan pula M. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, Nawawi, M. Simbolon, Assaat, Nun Pantow, Ventje Sumual, dan Rudolf Runturambi.
Selama sekitar empat tahun kebebasannya dibelenggu, Yunan Nasution mengalami sejumlah pemindahan tempat penahanan. Di awal, saat di Jakarta, dia ditahan di dua tempat yang berbeda. Kemudian dipindah ke Madiun. Dipindah lagi ke Jakarta, yang seperti sebelumnya juga mengalami pemindahan tempat dua kali.
Selepas bebas dari penjara, Yunani Nasution aktif dalam kegiatan dakwah. Dia aktif di Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh M. Natsir.
Baca sambungan di halaman 3: Sang Penulis