Tujuan utama di balik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Di sisi lain ideologi adalah sistem pemikiran abstrak yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.
Aqidah Islam kita yakini sebagai sebuah pemikiran mendasar yang lahir dari sebuah proses berpikir. Aqidah Islam mengajarkan bahwa yang ada sebelum kehidupan ini adalah Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Sesudah kehidupan dunia ini akan ada hari kiamat, surga, dan neraka. Setiap aktivitas kita di dunia ini akan dihisab oleh Allah SWT di padang mahsyar kelak.
(Baca juga: Drama di Balik Pencoretan 7 Anak Kalimat Pancasila Versi 22 Juni)
Keyakinan terhadap aqidah Islam akan melahirkan keterikatan terhadap berbagai aturan syariat Islam. Karena syariat yang lahir dari aqidah Islam itulah yang akan menjadi standar oleh Allah untuk meminta pertanggungjawaban seluruh manusia pada saat mereka menjalani kehidupan dunia di akhirat kelak. Dari penjelasan ini, sangat jelas bahwa Islam sesuai dengan definisi ideologi dan wajarlah Islam disebut sebagai sebuah ideologi.
Munculnya istilah ideologi, khususnya istilah ideologi Islam atau Islam sebagai ideologi merupakan hal yang wajar sebagai respon kontra terhadap pendistorsian makna agama atau dien. Makna dien dalam khazanah bahasa Arab diartikan sebagai nizham al-hayah (sistem kehidupan) sesuai dengan firman Allah SWT: “Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku untuk kamu, serta Aku ridhai Islam sebagai agama/ideologi kamu” (Al-Maidah: 3). “Dan Kami turunkan kepada kamu Kitab ini untuk menerangkan semua perkara.” (An-Nahl: 89)
(Baca juga: Cara Muhammadiyah Sosialisasikan Lagu Indonesia Raya pada Tahun 1930)
Realitas saat ini, agama masih dimaknai dengan makna yang sempit hanya sebagai ajaran ritual yang tak punya aturan tentang kehidupan dunia. Agama tak boleh diberi ruang untuk mengatur kehidupan dunia. Pandangan seperti ini bukanlah pandangan yang bebas nilai.
Pandangan ini lahir dari aqidah sekulerisme yang bertujuan memisahkan agama dengan kehidupan. Dan berdasarkan fakta historis, sekulerisme lahir sebagai reaksi atas kekuasaan kaum gerejawan di Eropa yang membuat bangsa Eropa Kristen terpuruk dan lemah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fakta kelemahan Kristen dalam mengatur kehidupan dunia kemudian dipaksakan ke semua agama termasuk Islam. Ketika satu agama tak mampu mengatur masalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara, lalu hal ini digeneralisir ke semua agama, termasuk Islam.
(Baca juga: Drama Kelahiran NKRI dengan Tiga Pemeran Tokoh Muhammadiyah)
Pernyataan tersebut tentulah sesuatu yang ahistoris. Ketika bangsa Eropa Kristen berada dalam masa kegelapan (dark age), umat Islam malah telah sangat maju di bidang sains dan teknologi dengan hanya menjadikan Islam sebagai aturan bagi kehidupan mereka. Ini yang sering luput dari pengamatan kita.
Ketika istilah agama didistorsi sedemikian rupa, wajar kalau umat Islam mengambil istilah ideologi yang lebih sesuai dengan makna Islam yang sebenarnya. Islam yang didefinisikan sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan dirinya, dan dengan sesamanya (Hafidz Abdurrahman, Islam Politk dan Spiritual, hal: 1) sangat tepat dimasukkan sebagai sebuah ideologi karena berasal dari sebuah pemikiran mendasar yang rasional yaitu aqidah Islam dan memiliki peraturan dalam semua aspek kehidupan.
Islam ketika dimaknai sebagai sebuah ideologi tentu akan berbeda dengan Islam yang hanya dimaknai sebagai agama ritual belaka. Ideologi Islam, seperti ideologi-ideologi yang lain akan berusaha melahirkan sebuah peradaban yang berasal dari ideologi tersebut. Sebuah ideologi juga tentu akan berusaha untuk mewujudkan sebuah negara yang akan menerapkan ideologi tersebut.
(Baca juga: Ke Amerika, PWM akan Uraikan Konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wasy Syahadah)
Ketika seseorang telah menginternalisasikan sebuah ideologi dalam dirinya, ia tidak akan mampu untuk menyimpannya. Bahkan Ideologi itu akan mendorong para penganutnya untuk mendakwahkannya. Kegiatan mereka akan senantiasa mengikuti ideologi itu, yakni berjalan sesuai dengan manhaj-nya, dan terikat dengan batasannya. Keberadaan mereka pun akhirnya didedikasikan hanya demi ideologi, demi dakwah kepada ideologi itu, dan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkannya.
Dakwah ini bertujuan agar manusia meyakini ideologi itu saja–bukan ideologi yang lain–-dan bertujuan mewujudkan kesadaran umum terhadap ideologi tersebut. Maka Islam sebagai ideologi menjadi keniscayaan dan yang terbaik bagi kita. Wallahu alam bissawab. (*)
*) Nugraha Hadi Kusuma adalah Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PW Muhammadiyah Jatim