Relativitas Waktu di Al-Quran
Dalam kontes tersebut, sambung Prof Wahyu, isyarat relativitas waktu sebenarnya sudah ada dalam al-Quran. Dia menukil al-Hajj ayat 47, “Satu hari di sisi Tuhannya—di alam langit yang mulia—seperti seribu tahun di bumi.”
Demikian pula pada al-Maarij ayat 4. Diketahui satu hari di sisiNya sama dengan 50 ribu tahun di dunia. “Konsep dilatasi waktu Einstein berlaku di sini,” imbuhnya.
Maka Prof Wahyu menyimpulkan, ayat Quran tersebut megisyaratkan waktu tidak absolut, melainkan relatif. Sebab, bergantung siapa yang sedang mengalami proses dinamisnya. Pelajarannya, sambungnya, betapa panjangnya kehidupan di akhirat kalau dibandingkan dengan kehidupan di dunia.
Sebetulnya, menurut Prof Wahyu, kita bisa menjawab keraguan kaum Quraisy terhadap fenomena ini. “Allahlah yang menciptakan waktu dan ruang. Allahlah yang bisa mengaturnya kapan bisa berlaku seperti itu,” tegasnya.
Teori Relativitas Khusus Einstein
Prof Wahyu lanjut menerangkan teori Relativitas Khusus Einstein. “Kecepatan mempengaruhi waktu, ruang, dan massa,” ujar mantan Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Bandung itu
Dia mencontohkan, ketika seseorang bergerak dengan kecepatan tertentu, sambil memperhatikan jam saat bergerak, maka jam terlihat lamban. Ruang akan berkontraksi (memendek), apalagi kalau kecepatannya mendekati kecepatan cahaya.
Semesta memiliki batas kecepatan. Dalam dunia fisik yang kita pahami, sambungnya, sebetulnya kecepatan semesta terbatas sampai di kecepatan cahaya.
“Tak ada kecepatan yang lebih cepat dari ini,” tegas dia, lalu melanjutkan, “Bahkan ini ditempuh foton yang tak bermassa. Untuk benda bermassa, selalu di bawah kecepatan cahaya sebetulnya.”
Kalau itu dilanggar—seperti halnya kecepatan perjalanan Isra Mikraj—dalam ilmu Fisika sekarang masih tidak mungkin. “Kalau ada suatu benda berkecepatan cahaya, maka mungkin benda tersebut menjadi sangat berat, besar, masif, dan perlu energi tak bertingkat untuk mendorongnya bergerak,” terangnya.
Selain itu Einstein juga menyatakan gravitasi melengkungkan ruang dan waktu. “Waktu berjalan lambat dengan objek masif,” ungkapnya.
Buraq
Apakah Buroq melaju dengan kecepatan cahaya? Dengan tegas, Prof Wahyu menjawab pertanyaan retoriknya.
“Jika yang dimaksud kecepatan cahaya fisis (foton), maka jawabannya tidak. Artinya, cahaya itu kurang cepat. Meskipun pengertian Buroq adalah kilatan cahaya atau halilintar,” jawabnya.
Dia lantas mengajak untuk mencek bagaimana jika menganggap perjalanan kosmik Nabi melewati langit dengan sistem galaksi, langit ketujuh itu beyond semesta.
“Misal jarak ke bintang terdekat (Proxima Centauri) harus menempuh jarak 4,246 tahun cahaya. Maka waktu cahaya pulang-pergi Bumi-Proxima Centauri adalah 8,5 tahun,” ungkapnya.
Jika Sidratul Muntaha lebih jauh dan tinggi dari jangkauan semesta terukur, lanjut Prof Wahyu, maka kecepatan cahaya tentu sangat tidak memadai.
“Karena hukum-hukum alamiah yang berlaku bagi makhluk-Nya adalah juga atas kekuasaanNya, mudahlah bagiNya untuk mengubah hukum-hukum tersebut sesuai tujuan tertentu Allah!” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni