Beda Hidup dan Kehidupan
Pertanyaan selanjutkan yang disampaikan Afif adalah soal hidup dan kehidupan. “Bedanya apa hidup dan kehidupan?” tanyanya.
Sebelumnya, lanjut dia, saya sampaikan bahwa banyak manusia yang tidak bisa menikmati hidupnya karena lupa dengan cara bersyukur. Bahkan banyak orang sakit hanya karena jarang mengatakan terima kasih kepada Allah atas nikmat yang dia peroleh.
Ia melanjutkan, ketika kita berterima kasih kepada Allah atas berbagai nikmat—seperti bernafas, memiliki pasangan hidup, bisa berjalan—maka tubuh kita rasanya lebih plong. Tubuh rasanya lebih enak bahkan sakit-sakit yang menempel di pikiran, yang disebabkan oleh psikologi yang kurang bersyukur insyaallah dibantu oleh Allah untuk sembuh.
Afif Hidayatullah menjelaskan, terapi syukur merupakan pengembangan potensi fitrah yang menekankan pada kecerdasan manusia dalam mendayagunakan segenap rezeki Tuhan dengan tetap berprasangka baik kepada Sang Pencipta.
Ia lalu menerangkan perbedan antara hidup dan kehidupan. “Ayah-Bunda, hidup itu ada wujudnya tapi tidak bisa dirasakan keberadaannya. Adanya Ayah-Bunda di rumah nggak bisa dirasakan keberadaannya oleh anak-anaknya itu hidup. Adanya suami tidak dirasakan keberadaannya oleh istri ini hidup. Adanya istri tidak dirasakan keberadaannya oleh suami ini hidup,” terang Afif.
“Maka dari itu beda dengan kehidupan. Kalau kehidupan, ada orangnya ya bisa dirasakan juga keberadaannya. Adanya kita di rumah bisa dirasakan keberadaannya oleh anak, oleh suami atau istri kita,” ulasnya.
“Kira-kira lebih enak mana hidup atau kehidupan? Silakan diketik di kolom chat,” instruksinya.
“Jawabannya kehidupan,” ujarnya.
Pertanyaan lain, “Masih banyak nggak di Indonesia ini yang rumah atau tempat kerjanya sekadar hidup? Kalau masih banyak ketik masih banyak. Kalau tidak ya ketik tidak banyak,” instruksinya lagi.
“Ternyata Ayah-Bunda banyak yang menjawab masih banyak, karena masih banyak itulah akhirnya apa?” Afif melanjutkan pertanyaan.
Baca sambungan di halaman 3: Jika Hidup tanpa Syukur