Isra Mikraj dan Perilaku Tasbih oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Tidak banyak ayat tentang Isra Mikraj dalam al-Qur an. Statemen peristiwa Isra disebutkan oleh Allah di surat al-Isra ayat pertama.
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci yang telah memperjalankan hambaNya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
Lainnya surat an-Najm ayat 4-18 berbicara tentang perjalan Mikraj dengan segala kejadian yang mengiringinya hingga Nabi menerima perintah shalat lima waktu sebelum akhirnya terbangun jelang dini hari di Masjidil Haram.
Mufasir Imam Ibnu Katsir menceritakan lengkap ketika menjelaskan surat 17 ayat 1 itu. Sejak Nabi terlelap suatu malam di Masjidil Haram, lalu tiga sosok orang mengangkatnya, membawanya ke dekat sumur zamzam untuk dibelah dadanya, dikeluarkan isinya, dicuci dan dimasukkan ulang bersama cawan emas yang didalamnya ada wadah berisi iman dan hikmah.
Saat kembali ke masjid, sebuah kendaraan buraq telah siap membawanya melesat menuju Masjid al-Aqsha menjadi imam shalat para nabi. Lalu Mikraj melintas sap-sap langit seraya menyaksikan berbagai keajaiban hingga ke sidratil muntaha atau lebih ke atasnya, di ruang eksklusif, inspiratif, dan intuitif dalam kedekatan dan dekapan damai Tuhan.
عَلَّمَهُۥ شَدِيدُ ٱلْقُوَىٰ
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat…
Hingga sampai ayat
وَهُوَ بِٱلْأُفُقِ ٱلْأَعْلَىٰ
sedang dia berada di ufuk yang tinggi dan seterusnya.
Iman dan Kafir
Hadis Nabi tentang Isra Mikraj bercerita tentang kejadian dan fakta-fakta, bukan soal ontologis ataupun epistemologisnya. Tak banyak teori tentangnya kecuali peristiwa apa adanya menandakan peristiwa Isra Mikraj tidak menuntut perbincangan dan perdebatan. Lebih menuntut penerimaan dan iman.
Pendekatan akal dan ilmu pengetahuan diperlukan untuk memberi greget kemungkinan terjadinya peristiwa itu, tetapi tidak menentukan iman atau tidaknya seseorang. Seorang mukmin sejati dengan atau tanpa penjelasan ilmu pengetahuan hanya akan mengatakan,”Kami mendengar dan percaya” lalu semakin bertambah imannya, seperti ditunjukkan oleh sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq.
Sementara orang yang sejak semula tidak percara akan semakin bertambah keingkarannya, pasti menolaknya kecuali mendapatkan hidayahNya. Sebagian yang tadinya sempat beriman tapi belum menghunjam kuat iman di hatinya, pasti ragu ragu.
Mau percaya kok tidak mungkin, mau tidak percaya tapi yang bercerita adalah Muhammad, nabi yang tak pernah berdusta. Banyak di antaranya yang kemudian memilih mengingkari dan semakin jauh keingkarannya.
Kalimat Tasbih
Imam al Qurthubi menyebut kalimat tasbih dalam ayat سبحان adalah kata tasbih.وَمَعْنَاهُ التَّنْزِيهُ وَالْبَرَاءَةُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ كُلِّ نَقْصٍ.
Yang berarti menyucikan dan melepaskan Allah swt yang maha agung dari segala kekurangan dan kelemahan. Allah mengawali dengan menyanjung diriNya sendiri yang memang berhak atasnya.
Dalam susunan mushaf al-Quran kata tasbih ini berada di bagian pertama seolah menunjukkan deklare: “Akulah Dzat yang Maha Suci.” Uniknya kalimat tasbih berikutnya terdapat dalam surat al-Hadid, al-Shaf, dan al-Hasyr berbentuk kata kerja lampau.
سبح لله ما في السماوات و الارض
Yang semuanya di ayat pertama menunjukkan: Telah bertasbih kepada Allah..
Di dua surat berikutnya yakni surat at-Taghabuun dan al-Jumah, kalimat tasbih berbentuk kata kerja sekarang.
يسبح لله ما في السماوات و ما في الارض…
Sekarang dan yang akan datang bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan di bumi …
Dan terakhir surat al-A’la ayat 1 memerintahkan Muhammad dan kita untuk bertasbih:
سبح اسم ربك الاعلي
Rangkaian ayat-ayat itu menunjuk kepada satu hal bahwa semua makhkuk Allah sejak dulu sampai sekarang dan kapanpun selalu bertasbih menyucikan Allah dari segala kekurangan. Begitulah kitapun diperintah untuk melakukan hal yang sama.
Sikap Ikhlas
Menyucikan Allah dari segala kekurangan adalah menerima segala sesuatu seburuk apapun dengan penuh keikhlasan. Karena itu Nabi mengajarkan kita untuk berucap subhanallah manakala mendengar kabar tidak enak atau buruk.
Begitu pula jika merespon pandangan dan sikap yang salah dari seseorang. Hal ini ditunjukkan misalnya dalam riwayat al-Bukhari Rasulullah saw yang heran dengan kesalahpahaman sahabatnya, kemudian beliau berujar, subhanallah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَقِيَهُ فِي بَعْضِ طَرِيقِ الْمَدِينَةِ وَهْوَ جُنُبٌ فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ فَذَهَبَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ : كُنْتُ جُنُبًا فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسَكَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ فَقَالَ سُبْحَانَ اللهِ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ.
Dari Abu Hurairah, suatu ketika Rasulullah bertemu dengannya di sebuah jalan di Madinah, saat itu Abu Hurairah dalam keadaan junub. ”Kemudian aku bersembunyi dari Rasulullah, lalu beliau pergi dan mandi kemudian menemuiku kembali.” Beliau bertanya: Kamu tadi di mana Abu Hurairah?” ”Aku tadi sedang junub, dan aku tidak ingin duduk bersamamu dalam keadaan tidak suci,” jawab Abu Hurairah. Kemudian Rasulullah berujar: ”Subhanallah, sesungguhnya seorang mukmin tidaklah najis.”
Alangkah indahnya hidup ini dan betapa harmoninya hubungan antar manusia sekiranya masing-masing mengucapkan kalimat tasbih dan ikhlas menerima dan merespons berbagai ungkapan dan pernyataan yang diucapkan.
Kalimat tasbih juga mengajarkan keikhlasan dan membebaskan kita dari kesombongan karena orang yang mengucapkan kalimat itu berarti membuat pengakuan bahwa segala ilmu, kekayaan, pangkat dan jabatan adalah pemberian dan titipan Allah yang maha suci.
Apa yang ditunjukkan masyarakat dan elite-elite politik dan pegiat media sosial sekarang ini justru jauh dari kalimat tasbih. Kesalahpahaman yang terjadi malah mengintroduksi caci maki dan ujaran kebencian sampai bèrujung pelaporan dan masing-masing belum puas kalah belum ada yang masuk penjara.
Hanya karena tidak suka atau menunjukkan kekuasaannya seorang pejabat menuduh sebuah masjid radikal dan menjadi gudang senjata. Dia tidak pernah mengecek kebenaran dan tabayyun. Seorang menteri berkali-kali membuat gaduh sementara umat dipaksa terus menuduh. Tidak ada yang mau bersikap rendah hati dan menerima kebaikan lainnya dengan ikhlas. Arogansi, kesewenangan dan sikap pemaksaan kehendak adalah perilaku yang tidak mencerminkan kalimat tasbih.
Editor Sugeng Purwanto