Ribut di Bumi Blambangan
Sementara itu di Bumi Blambangan Banyuwangi pada tanggal 25 Februari 2022 salah satu ranting Muhammadiyah menghadapi ujian. Keabsahan Masjid Al Hidayah di Ranting Tampo Cabang Cluring Banyuwangi digugat warga setempat.
Tidak tanggung-tanggung, aksi masyarakat didampingi sejumlah perangkat desa dan aparat keamanan. Ketika terjadi pemotongan papan nama Muhammadiyah tampak para perangkat desa dan aparat keamanan tidak mampu berbuat banyak.
Sikap pimpinan Muhammadiyah setempat patut diacungi dua jempol dengan membiarkan sekelompok oknum memuaskan nafsunya. Yang sangat disayangkan adalah sikap perangkat pemerintahan dan aparat keamanan yang melakukan pembiaran.
Beragam konflik horizontal di tengah masyarakat selama ini disebabkan sikap aparat yang kurang profesional. Netral saja tidak cukup bagi aparat. Sebab bagaimanapun aparat dituntut memahami aturan perundang-undangan yang berlaku dan ke mana harus berpihak. Siapa yang harus dilindungi bersadarkan konstitusi.
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dilindungi konstitusi, juga kemerdekaan menjalankan agama yang sah di Indonesia. Apakah karena Muhammadiyah minoritas sehingga “dilepas” sendirian menghadapi masyarakat yang “buas”?
Menunggu Profesionalisme Aparat
Sejauh ini dalam pendirian cabang, ranting, dan amal-amal usahanya Muhammadiyah selalu profesional. Legalitas wakaf dan perijinan selalu mengacu pada undang-undang yang berlaku. Bagaimana bisa ketika disakiti dengan alasan “mengada-ada” seperti tanpa perlindungan optimal dari perangkat dan aparat negara.
Unsur TNI Angkatan Darat telah menempatkan aparatnya sampai ke desa-desa dengan nama Bintara Pembina Desa (Babinsa). Kepolisian punya aparat di tingkat desa sebagai Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas).
Babinsa dan Baninkamtibmas bersama kepala desa dan perangkat kelengkapan desa lainnya perlu punya sikap profesional. Konflik horizontal selalu punya potensi terulang dan berulang.
Tidak ada alasan pembenaran bagi sekelompok “oknum” masyarakat menghalangi ormas selevel Muhammadiyah mengembangkan cabang dan ranting di seluruh penjuru Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sama-sama memiliki semangat merawat NKRI tidak sewajarnya dipersekusi secara radikal hanya karena jarang teriak NKRI harga mati. Salam profesional. Salam presisi. Salam NKRI.
Sudah waktunya NKRI dikelola secara profesional, bukan dengan cara-cara feodal seperti era kerajaan, yang kuat yang menang. Juga bukan saatnya memakai akal kolonial di mana yang berbeda pendapat disebut ekstrimis atau teroris dan berbagai bentuk kekerasan verbal lainnya. Wallahualambishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni