Angin Perubahan
Sejak akhir 1980-an, cuaca politik berubah. Pemerintah Orde Baru, misalnya, mengajukan RUU Sistim Pendidikan Nasional dan RUU Peradilan Agama yang dinilai mengakomodasi kepentingan umat Islam. Kebijakan itu disusul dengan keluarnya izin mendirikan Bank Syariah (Hakiem, ed., 2022: 173).
Kehadiran Menteri Agama Munawir Syadzali bersama Sekretaris Jenderal Departemen Agama Tarmizi Taher pada Tasyakur Tiga Windu Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia semakin memperjelas perubahan arah politik itu.
Ini bersejarah. Sejak ikhtiar merehabilitasi Partai Masyumi yang tidak disetujui pemerintah pada 1967, itulah kunjungan resmi pertama pejabat pemerintah setingkat menteri ke markas besar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) di Jalan Kramat Raya 45 Jakarta. Sementara, pendiri DDII adalah “orang-orang Masyumi”.
Singkat kata, sejak itu, pencekalan terhadap Anwar Harjono yang juga pengurus DDII tidak berlaku lagi. Dia, misalnya, kemudian bisa ke Marokko menghadiri undangan resmi pemerintah. Di kesempatan lain, dia juga tampil di Istana Negara dalam kapasitas sebagai panitia sebuah acara dari Organisasi Konferensi Islam.
Atas perubahan itu, Anwar Harjono bersyukur. Prinsip dia, kalau pemerintah benar, apa kita mesti menjauh? Kata dia, kalau pemerintah mendekat, apa harus ditolak?”
Pikiran dan Penghargaan
Anwar Harjono selalu berpegang kepada prinsip yang kuat: Jika mungkin kita pilih yang terbaik, tetapi jika tidak mungkin kita harus siap menghadapinya.
Jangan pernah berpikir final, kata Anwar Harjono. Tetaplah dalam bingkai berproses. Kalau kita berpikir final, lanjut dia, bila tidak tercapai bisa membuat frustasi. Sementara, kalau berpikir dalam bingkai berproses, kita tidak akan frustasi sebab setiap usaha tentu ada hasilnya.
Anwar Harjono wafat di Jakarta pada 16 Februari 1999. Atas jasa-jasanya bagi negeri ini, pada 13 Agustus 1998 pejuang dan intelektual kritis ini mendapat anugerah Bintang Mahaputera Utama. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni