Keadilan Allah
Lalu, Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk menjelaskan keadilan Allah kepada Musa.
“Assalamu’alaikum ya Musa! Ternyata kamu tidak kuat menyaksikan keadilan Allah,” ujar Jibril.
“Ketahuilah wahai Musa, raja zalim ini sering mempekerjakan masyarakat. Ayahnya anak kecil yang mengambil kantong raja tadi pernah bekerja dengan raja tapi hanya dikasih makan, tidak pernah dikasih bayaran upah kerja.”
“Adapun uang bayaran selama bertahun-tahun itu nilainya persis ratusan juta yang ada di kantong itu. Itulah Allah sengaja secara adil mengembalikan haknya, bisyaroh atau gaji yang tidak dibayarkan dengan diwariskan kepada anaknya,” ulas Musta’in kepada para peserta.
Kemudian, lanjut Musta’in, Nabi Musa merespon malaikat Jibril, “Baik Jibril, tunjukkan lagi!”
Lalu Jibril mengatakan, “Ketahuilah Musa, kenapa kakek itu kok dibunuh? Dulu kakek itu ketika masih muda, matanya sehat. Tapi setelah tua ,matanya sakit. Tidak tertolong menjadi buta.”
Ustadz Musta’in menegaskan, keadilan di sisi Allah itu benar adanya. “Siapa yang menanam kejahatan, maka terbalas dengan kejahatan. Adapun orang yang menanam kebaikan maka dibalas dengan kebaikan pula,” terangnya.
Dia lantas menukil penggalan al-Isra’ ayat 7: In ahsantum ahsantum li anfusikum wa in asa’tum fa laha.
Artinya, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.”
Dia pun mencontohkan, jika ada pejabat atau atasan berbuat zalim, maka Allah akan membalas. Begitupula kalau rajin ke majelis tabligh. “Ngopeni masjid pasti ditolong Allah. Entah langsung atau lewat anak. Yakinlah Allah itu adil. Saya merasakan itu,” tegasnya.
Begitupula ketika berhubungan dengan ormas keagamaan. “Jangan berpikir dapat imbalan. Butuh yakin karena hidup ini tidak selamanya pakai akal, suatu saat pakai hati nurani. Rezeki bukan uang saja. Suami setia dan sayang itu rezeki. Suami sehat atau istri sehat itu juga rezeki. Jadi kita harus berbuat adil!” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni