PWMU.CO– Model guru kalau hanya datang ke sekolah, mengajar, pulang, maka bisa dipastikan sekolah bakal hancur. Guru harus punya mimpi dan komitmen maka sekolah bakal maju.
Hal itu disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Hidayatulloh MSi di depan guru sekolah Muhammadiyah Kota Pasuruan, Rabu (9/3/2022).
Hidayatulloh lantas mengutip kalimat yang kerap diungkapkan oleh tokoh Muhammadiyah Prof Malik Fadjar yang pernah menjabat Menteri Agama dan Menteri Pendidikan.
”Saudara-saudara, Anda boleh tidak punya apa-apa, tapi jangan sampai dalam hidup ini Anda tidak punya cita-cita. Karena dengan cita-cita itu kita bisa hidup maju,” ujarnya di acara diskusi dengan topik Rekomitment: Meneguhkan Pengabdian dan Profesionalisme Guru Muhammadiyah bertempat di Aula SD Al Kautsar Kota Pasuruan.
Cita-cita kolektif, menurut Hidayatulloh, harus menjadi dokumen resmi yang ada di sekolah dan dibingkai dalam semua proses yang dijalani bersama dengan seluruh elemen sekolah, mulai pimpinan, guru hingga tenaga kependidikan.
”Bapak ibu kita ingin sekolah ini maju, kita ingin sekolah unggul maju besar, maka semuanya akan menjadi besar jika kita menjalankan semua komitmen yang sudah kita bangun dengan sungguh-sungguh,” tegas Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim itu.
Dia menceritakan ketika menjadi Kepala SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo periode 2006-2014, sekolahnya menjadi besar dengan komitmen. ”Semua harus mengikatkan dirinya untuk mencapai satu suara, satu irama yaitu menyesuaikan dengan irama Smamda,” tutur suami Erlida Rahmiani ini.
Dia menekankan paksalah diri kita untuk menyamakan irama kita dengan irama sekolah. ”Jangan sampai bapak ibu datang ke sekolah, ngajar, pulang. Kalau itu yang ada pada diri kita, saya pastikan sekolah Anda akan tetap seperti ini,” tandasnya.
”Kalau kita serius mengelola sekolah ini, kita bisa bergaji setara PNS, karena itu dua hal yang kita pegang, mimpi dan komitmen,” tegasnya menjelaskan model guru yang ideal.
Semangat itu ia bawa ke Umsida untuk mengejar misi dakwah. ”Bayangkan kalau semakin banyak orang-orang yang kuliah di Muhammadiyah, semakin banyak anak yang sekolah di Muhammadiyah, akan luar biasa perkembangan negeri ini,” tuturnya.
Tiga Tugas Pemimpin
Untuk mengantarkan impian-impian itu butuh pemimpin yang knows the way, shows the way dan goes the way. ”Jadi pemimpin itu harus knows the way. Ojo sampek dadi kepala sekolah bingung, kate digowo nang di sekolah iki,” guraunya diiringi tawa seluruh peserta.
Sebagai pemimpin, kata dia, Anda harus tahu sekolah ini mau dibawa ke mana sehingga pemimpin harus shows the way.
Dia bercerita, Umsida sejak 2018 punya visi baru sampai 2038. ”Saya harus tahu betul Umsida ini harus dibawa ke mana, karena itu saya harus tahu betul mengarahkan siapa saja. Tahu bagaimana menjalankannya, tidak hanya ngomong thok, tapi juga goes the way, gak ngongkon thok,” tegasnya lagi.
Hidayatulloh melanjutkan, tahun 2038, Umsida harus mendapat pengakuan di tingkat ASEAN (ASEAN recognition). Sedangkan pengakuan nasionalnya ditargetkan di tahun 2023 hingga 2026.
Di tahun-tahun itu, Umsida harus terakreditasi unggul sehingga banyak yang harus didongkrak mulai dari sumber daya manusia yang harus 50 persen bergelar doktor dan berjabatan fungsional lektor, lektor kepala, dan guru besar hingga sarana dan prasarana yang memadai.
”Kalau kita terakreditasi unggul mimpi kita untuk punya 20 ribu mahasiswa akan tercapai. Dipastikan di tahun-tahun perencanaan hingga 2038, Hidayatulloh sudah tidak menjadi rektor,” tegasnya diiringi tepuk tangan meriah para peserta.
Oleh karena itu, menurut pria asli Sidoarjo itu, masing-masing sekolah fokus pada mimpinya dan menanamkan ideologi fastabiqul khairat, melakukan kebaikan sesering mungkin dan terus menerus.
”Melakukan kebaikan itu yang terbaik dari diri kita, dan menjadikan diri kita bagian pertama yang melakukan kebaikan dan yang terbaik itu secara terus menerus,” tandasnya menegaskan model guru yang bisa memajukan sekolah. (*)
Penulis Dian Rahma Santoso Editor Sugeng Purwanto