Diplomat Ulung
Roem seorang diplomat ulung dan salah satu pemimpin bangsa Indonesia. Di awal kemerdekaan dia menjadi anggota delegasi Indonesia dalam Perundingan Linggarjati pada 1946 dan Perundingan Renville pada 1948.
Roem juga dikenal sebagai pemimpin delegasi Indonesia dalam Perundingan Roem-Roijen pada 1949, yang membahas mengenai luas wilayah Republik Indonesia. Dalam perundingan itu, Belanda diwakili Dr Jan Herman van Roijen. Perundingan menghasilkan persetujuan Roem-Roijen yang ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Perundingan Roem-Roijen pada 1949 itu, yang Roem bertindak sebagai ketua Juru Runding dari Republik Indonesia, dinilai berhasil karena telah mendorong segera terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB). Lewat KMB inilah-juga di tahun 1949-kemudian terbit pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia.
Roem punya nama harum sebagai diplomat. Hal itu tak hanya beredar di kalangan bangsa kita sendiri, bahkan sampai ke mantan “lawan” di meja perundingan juga mengakuinya.
“Dalam karir saya selama 40 tahun, saya jarang ‘beranggar-pedang’ dengan seseorang yang semula sebagai lawan dalam perundingan-perundingan yang sulit, tetapi kemudian menimbulkan rasa hormat dan penghargaan seperti terhada Dr. Roem,” demikian tulis Dr Jan Herman van Roijen di buku “Muhammad Roem 70 Tahun.
Atas kapasitas yang dipunyainya, berbagai jabatan pernah dimanahkan kepada Roem. Seperti: Menteri Dalam Negeri Kabinet Sjahrir III (1946-1947), Menteri Dalam Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin II (1947-1948), Menteri Negara Kabinet RIS (1949-1950), Menteri Luar Negeri Kabinet M. Natsir (1950-1951), Menteri Dalam Negeri Kabinet Wilopo (1952-1953), dan Wakil Perdana Menteri I Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956).
Sejak Partai Masyumi membubarkan diri pada 1960-karena dipaksa Soekarno-Roem tidak lagi memegang jabatan di pemerintahan. Dia kemudian memusatkan perhatian pada penulisan buku dan penelitian sejarah perpolitikan di Indonesia serta aktivitas ilmiah lainnya.
Pada 16 januari 1962, Roem bersama beberapa tokoh Masyumi ditahan pemerintah tanpa pernah diadili. Mereka menjadi tahanan politik. Itulah di antara risiko sebagai pejuang.
Kebebasan Roem dan kawan-kawannya direnggut. Roem dan kawan-kawan bisa keluar dari tahanan pada 1966 setelah rezim Soekarno goyah selepas pemberontakan PKI di tahun 1965.
Keluar dari tahanan, kegiatan Roem dalam menulis buku dan penelitian diteruskan kembali. Sejak itu Roem mundur dari dunia politik praktis.
Bersama-sama M. Natsir dan kader Masyumi lainnya Roem mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) di tahun 1967. Di lembaga inilah Roem serius berkhidmat.
Terkait posisinya di DIII, Roem aktif dalam berbagai forum Islam internasional. Dia tercatat sebagai anggota Dewan Eksekutif Muktamar Alam Islami (1975), Member of Board Asian Conference of Religion for Peace di Singapura (1977), serta Anggota Konferensi Menteri-Menteri Luar Negeri Islam di Tripoli (1977).
Baca sambungan di halaman 3: Masuk Muhammadiyah