Kisah Inspiratif! Jual Becak agar Bisa Infak Perluasan Masjid, laporan Fadhilah Aliannah, kontributor PWMU.CO dari SMA Muhammadiyah 1 Gresik.
PWMU.CO – Dia termasuk orang kecil. Bukan hanya perawakannya, tapi status sosialnya juga tergolong ‘orang kecil’. Sehari-hari dia adalah tukang becak yang juga mengabdi sebagai marbot masjid.
Tapi orang kecil bernama Achmad Syafi’i (65) alias Cak Mad itu memiliki semangat yang luar biasa besar. Becak, satu-satunya ‘harta’ berharga yang dimilikinya, rela dia jual. Dan ini yang bikin takjub: uang hasil penjualannya dia sedekahkan untuk pembebasan lahan perluasan sebuah masjid.
Cak Mad adalah marbot Masjid al-Muttaqien. Dulu, dia mencari nafkah dengan mengayuh becak. Setiap hari, selesai mengantarkan penumpangnya, ia selalu menyempatkan diri membersihkan masjid yang terletak di Jalan Gresik Nomor 99 Surabaya.
Selama 30 tahun lebih bapak dari dua orang putri dan seorang putra ini dengan setia menjaga masjid yang berdiri sejak tahun 1972 itu. Namun saat usia sudah mulai udzur dan pemakai jasanya sudah beralih ke transportasi online, maka Cak Mad pada tahun 2020 memilih kembali ke rumah asalnya, di Desa Tanggulrejo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
Tetap Jalin Hubungan
Tapi kepindahannya tak membuat Cak Mad melupakan masjid yang sudah menjadi bagian hidupnya itu. Dia selalu menyambung silaturahmi dengan takmir masjid.
Bahkan kedekatannya dengan takmir masjid sudah seperti orangtua dan anaknya. Karena itu setiap ada informasi penting, Cak Mad selalu mendapat informasi dari takmir. Seperti saat Ketua Perluasan Masjid al-Muttaqien Moch. Yusuf SThI berkunjung ke rumahnya untuk menyampaikan kabar tentang perluasan masjid.
”Cak Mad, omah (rumah) sebelah wetan (timur) masjid insyaallah kita beli,” kata Yusuf pada Cak Mad.
Sontak lelaki berkulit gelap terbakar matahari ini menangis. Sembari bersujud syukur ia berucap, ”Ya Allah Pak … impinanku 30 tahun terwujud,” ucapnya sambil terbata-bata.
Mendengar kabar itu hati Cak Mad tergerak. Dia memutuskan menjual becaknya. Uang hasil penjualan becak kemudian disedekahkan untuk pembebasan lahan bagi Masjid al Muttaqien Surabaya. Dia menyumbangkan harta yang paling berharga dalam hidupnya itu agar tanah dan bangunan di depan masjid segera terbeli.
Dengan berurai air mata karena keharuan yang begitu mendalam, dia berucap, “Saya hanya punya ini, becak yang dulu selalu menemani saya mencari nafkah, tolong dijualkan untuk pembebasan lahan masjid al-Muttaqien.”
Baca sambungan di halaman 2: Optimis dengan Dana Terbatas