PWMU.CO– Doktrin teologi maut muncul dianut oleh segelintir kelompok orang dengan mengatasnamakan jihad. Mereka hanya berani mati tetapi tidak berani hidup. Takut menjalani kehidupannya.
Demikian disampaikan Wakil Ketua PWM Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg dalam acara bedah buku 99MH dan pembekalan Ramadhan 1443 yang digelar oleh Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan bertempat di aula KH Abdurrahman Syamsuri Ponpes Karangasem Paciran, Sabtu (12/3/2022).
Guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini mengatakan, hidup itu harus dinikmati, berkarya sebanyak mungkin, bukan dengan jalan pintas mati lewat bom bunuh diri yang seakan-akan benar.
”Jangan sampai para kader Persyarikatan tergiur dengan doktrin teologi maut tersebut,” tandasnya.
Prof Biyanto mengajak kepada para anggota, pimpinan, dan kader, untuk menggelorakan semangat berliterasi. ”Kita masih kalah dengan kawan-kawan lain,” tuturnya.
Dia menyoroti gaya berceramah mubaligh Muhammadiyah yang masih kaku, terlalu serius, dan kering humor. “Kita perlu belajar banyak dari para mubaligh lain, agar lebih komunikatif,” tambahnya.
Selain itu, Biyanto juga menyinggung kurangnya kepedulian anggota dan pimpinan mendokumentasikan aktivitas organisasi.
”Alhamdulillah ada PWMU.CO yang sudah massif memberitakan, perlu diikuti oleh yang lain. Kalau hanya mengandalkan pernyataan lisan, berapa banyak yang mendengarkan ceramah, maka salah satu caranya adalah mem-publish di YouTube,” tandas guru besar di bidang Ilmu Filsafat itu.
Menurut Biyanto, kalau kita rajin menyimpan berita organisasi di media sosial, maka suatu saat kita bisa mencari lagi, walaupun orang yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
Resep Menulis
Di acara itu dia juga memberikan resep menulis opini di media. Biyanto menyebut tips 3M. “Menulis, menulis, menulis,” selorohnya disambut tawa ringan peserta. Biyanto mempersilakan peserta menambahkan 3M, menjadi 5M, 10M.
Dalam menulis, dia memberikan empat rambu-rambu yang harus diperhatikan. Yaitu tidak plagiat dan selalu menyebut sumbernya, tidak perlu menggunakan ghost writer, periksalah tulisan dan meminta bantuan orang lain untuk membaca dan sanggup menerima konsekuensi hukum apa yang telah ditulis.
”Puluhan kali tulisan opini saya ditolak di media. Begitu dimuat, muncul semangat untuk menulis dan menulis terus. Jadi ketagihan,” tandas penulis buku Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman ini.
“Mulai sekarang, jangan banyak ngomong. Ayo menulis,” sindir Biyanto sambil tersenyum. (*)
Penulis Mohamad Su’ud Editor Sugeng Purwanto