Sebagaimana JII, ISSI juga diterbitkan dua kali dalam satu tahun. Keberadaan JII dan ISSI bukan semata-mata karena Indonesia berpopulasi Muslim terbesar di dunia. Indeks Islam sebagai isu global hampir di seluruh bursa efek dunia tanpa terkecuali di bursa Dow Jones Amerika Serikat sebagai kiblat kapitalisme dunia.
Dewan Syari’ah Dow Jones mengeluarkan kriteria-kriteria tertentu dalam menskrining sektor industri supaya memenuhi persyaratan untuk Dow Jones Islamic Market Index (DJIM) yang mulai diperkenalkan pada bulan September tahun 1999. Salah satu tujuannya untuk merayu investor muslim Negara-negara Arab-Islam yang kaya raya.
(Baca juga: Wakaf 50 Hektar di Cileungsi, Semoga Produktif dan Beranak-pinak Seperti Sumur Rumah Usman bin Affan)
Indeks ini dijadikan benchmark bagi produk investasi secara syari’ah di dunia dan secara ekonomi menguntungkan. Di Indonesia, produk hukum terkait dengan investasi syari’ah tidak terlepas dari konsensus para ulama yang tergabung dalam Dewan Syari’ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Keberadaan JII dan ISSI belum setenar IHSG, LQ45, maupun Kompas-100. Di mana IHSG berisi keseluruhan saham yang diperdagangkan. LQ45 sebagai saripati IHSG untuk saham-saham paling liquid baik syariah maupun non syariah. Demikian pula Kompas-100 sebagai rating penilai 100 saham terbaik yang dilakukan oleh Koran Kompas.
(Baca juga: Aksi Bela Islam 212 yang Berencana Shalat Jum’at di Monas, Begini Fatwa MUI)
Bela Fatwa MUI di Bursa Efek Indonesia lebih diharapkan pada peran umat Islam sebagai mayoritas untuk mengarahkan pilihan investasi saham pada kelompok JII dan ISSI. Semakin banyak yang menyuarakan JII dan ISSI, kedua indeks berbasis Fatwa MUI tersebut lambat laun menjadi tenar sehingga Fatwa MUI bukan menjadi barang langka di Bursa Efek Indonesia.
Tidak perlu khawatir dengan anekdot “Cari yang haram saja susah apalagi yang halal (syariah)”. Saat ini anekdot tersebut tidak berlaku di Bursa Efek Indonesia. Dari 539 saham yang masuk kelompok IHSG sejumlah 345 saham masuk kelompok ISSI. Artinya 64 persen dari keseluruhan saham termasuk dalam kelompok saham halal (sesuai syariah).
(Baca juga: Pakai Atribut Non-Muslim Jelang Natal, Begini Fatwa MUI)
Bursa Efek Indonesia melaporkan secara keseluruhan dalam pembukaan bursa tahun 2017 mencatatkan rekor dalam 10 tahun terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan sebesar 193,36 persen, yang merupakan kenaikan tertinggi di antara bursa-bursa utama dunia. Sepanjang 2016 sampai dengan penutupan perdagangan akhir tahun, IHSG telah meningkat 15,32 persen dan ditutup di level 5.296,711 poin yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah Pasar Modal Indonesia, dan tertinggi kelima diantara bursa-bursa utama dunia serta tertinggi kedua di kawasan Asia Pasifik.
Mengacu pada indikator bursa saham, lirik lagu legendaries Koes Plus ini“Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” benar adanya. Bukan sekedar nyanyian hiburan pelipur lara. Investor asing lebih mahfum dan yakin dengan lirik lagu tersebut. Mereka sebagai investor terbesar di Bursa Efek Indonesia telah menikmati keuntungan tersebut di tengah minimnya investor local.
(Baca juga: Di Surabaya, Spirit Al Maidah 51 Bangkitkan Ekonomi Jamaah: Roti Maida Hari Ini Diluncurkan)
Memasuki abad ke-2 ini, saatnya Persyarikatan mampu mengarahkan amal-amal usaha menjadi pelaku dan pengendali kapitalisme untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat. Wasilah pasar modal syariah saatnya menjadi instrument penting dalam mewujudkan kebangkitan ekonomi dan kewirausahaan Persyarikatan.
Dengan mengedepankan prioritas produk keuangan bersertifikat Fatwa MUI di perbankan dan pasar modal, keberadaan MUI dengan fatwa-fatwanya insyaallah semakin diperhitungkan. Hujatan terhadap Fatwa MUI sebagai produk yang meresahkan, lambat laun sekedar menjadi gonggongan di antara kafilah yang terus berlalu dengan kebenaran visi ke depan yang diyakininya dalam mewujudkan rahmattan lil alamin. Alhaqqu mirrabbika falaatakunanna minal mumtariin. (*)
*) Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan, pelaku Pasar Modal , auditor di Kantor Akuntan Publik Erfan & Rakhmawan, Surabaya.