PWMU.CO – Negara ini sedang mengalami gejala distorsi, deviasi, dan yang sangat terlihat adalah stagnasi.
Hal itu disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah Ke-48 yang digelar secara hybrid di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (16/3/2022)
Abdul Mu’ti mengatakan, seminar pramuktamar ini diselenggarakan sebagai upaya untuk Muhammadiyah mendapatkan masukan dan gagasan-gagasan besar dalam rangka penyusunan program Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah.
“Serta dalam rangka kepentingan yang lebih luas yaitu memberikan sumbangan pemikiran dalam konteks kehidupan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal,” katanya.
Komitmen Muhammadiyah Pada Negara
Mu’ti menambahkan, tema Rekonstruksi Sistem Ketatanegaraan Indonesia yang diusung dalam seminar ini memang menunjukkan betapa Muhammadiyah benar-benar berkomitmen terhadap keindonesiaan.
“Ketika Tahun 2015, sebelum Muktamar di Makassar, pada Tahun 2011-2015 Muhammadiyah sangat konsen dengan masalahnya keumatan dan kebangsaan. Ada beberapa dokumen resmi Muhammadiyah terkait dengan masalah ini, yang kami rumuskan sebagai bagian dari sumbangan pemikiran Muhammadiyah untuk Indonesia yang lebih berkemajuan,” katanya.
Dia menjelaskan, saat itu Muhammadiyah merumuskan revitalisasi visi dan karakter bangsa, yang merupakan keputusan tanwir di Lampung.
“Kemudian kita juga berbicara hal fundamental pada sidang Tanwir di Samarinda, di mana Muhammadiyah merumuskan rancang bangun Indonesia yang berkemajuan,” tuturnya.
Guru Besar Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini memaparkan, Muhammadiyah memang melihat ada beberapa gejala terkait dengan ketatanegaraan Indonesia ini. Yakni ada gejala distorsi, deviasi, dan yang sangat terlihat adalah stagnasi.
“Sehingga kita banyak berdiskusi mengenai sistem pemilu kita. Atau kita berbicara mengenai sistem “be cameral” yang kita punya antara DPR dan DPD, atau mungkin juga sistem presidensial yang sekarang ini juga menjadi bagian dari sistem ketatanegaraan kita yang dalam pelaksanaannya memang ada banyak sekali catatan,” katanya.
Selain itu, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP Periode 2019-2023 ini menuturkan, ada berbagai gagasan lain yang berkembang dalam sistem ketatanegaraan kita.
“Termasuk juga beberapa perundangan-undangan yang menyangkut otonomi daerah, UU Pemilu, lembaga-lembaga negara dan berbagai isu kenegaraan yang Muhammadiyah menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang sangat konsen terhadap persoalan ini,” terangnya.
Seminar Seharusnya Kamis
Terkait penyelenggaraan seminar di UMJ ini, Abdul Mu’ti menerangkan, seharusnya menurut jadwal akan diselenggarakan hari Kamis (17/3/2022).
“Kita ini aslinya seminar Kemisan, yaitu setiap hari Kamis. Dan kami merencanakan itu mudah-mudahan agak sedikit irit karena pesertanya puasa,” kata Abdul Mu’ti disambut tawa hadirin.
Namun, imbuh Mu’ti, Rektor awalnya mengusulkan untuk menyelenggarakan akhir bulan Maret.
“Saya kemudian menyampaikan, kalau akhir bulan Maret, momentumnya hilang. Di situlah bedanya Pak Rektor dengan saya. Kalau pak rektor, karena sudah jadi rektor berpikirnya birokratis. Nah saya karena gak pernah jadi pejabat, berpikirnya kreatif,” tuturnya, yang kembali disambut gelak tawa peserta seminar.
Mu’ti menjelaskan, kenapa dikatakan momentumnya terlambat. Karena tema ini aktualnya sekarang, kalau ditunda sampai akhir Maret, konsentrasi orang sudah puasa.
“Berita-berita di media itu nanti sudah berita bahwa Ramadhan kali ini akan beda Muhammadiyah dengan pemerintah. Tapi kalau sekarang, berita ini sudah jadi isu. Karena itu, akhirnya saya meyakinkan ke Pak Rektor, sehingga (seminar) dimajukan sehari. Saya kira ini fastabiqul khairaynya masih menjadi bagian dari karakter leadership Pak Rektor Dr Ma’mun Murod,” tutur Mu’ti.
Sehingga, secara pribadi dan atas nama PP Muhammadiyah dia mengucapkan terima kasih kepada rektor dan jajaran UMJ yang telah menjadi mitra strategis di dalam penyelenggaraan seminar ini. Selain itu juga kepada panitia, tim SC, termasuk media partnership yang telah menjadi bagian penting untuk sosialisasi kegiatan seminar Pra Muktamar.
“Terima kasih juga kepada seluruh narasumber yang semua high level scholars. Para Sarjana yang keilmuanya la syakka wa la roiba. Tidak ada keraguan dan tidak ada kebimbangan yang insya Allah akan memberikan pikiran-pikiran cerdasnya,” kata Mu’ti.
Cita-Cita Bukukan Hasil Seminar
Terakhir, Mu’ti mengakui bercita-cita setiap penyelenggaran seminar ini dapat dibukukan menjadi satu buku. Sehingga di UMJ akan menjadi satu buku dan di setiap kampus terbit satu buku.
“Kalau ini semua selesai pada waktunya, saya bercita-cita pramuktamar nanti ada launching minimal 48 buku, kompilasi hasil seminar muktamar ini. Dan tentu berkaitan dengan urusan penerbitan adalah urusan masing – masing tuan rumah. Jadi nanti penerbitan di UMJ juga urusan pak rektor. Perkara urusan mencari mitra antum a’lamu bi umuriddunyakum,” pungkasnya dengan tersenyum. (*)
Penulis Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni