PWMU.CO– Sembuh dari autoimmune GBS (Guillain-Barré Syndrome), Riskiyani SPd, guru SMA Muhammadiyah 1 Taman (Smamita) Sidoarjo mensyukuri nikmat tangan yang bisa digerakkan dan kaki untuk berjalan.
Autoimmune GBS adalah penyakit yang menyerang selaput syaraf. Penderitanya bisa lumpuh kanan dan kiri, menyerang mulai dari ujung kaki sampai ke pernafasan.
”Saya kena autoimmune GBS (Guillain-Barré syndrome). Lumpuh kanan dan kiri, mulai ujung kaki sampai ke pernafasan. Bukan stroke yang sakitnya hanya pada bagian kanan atau kiri saja,” ungkap Riskiyani ketika ngobrol sesama guru di Lobi Smamita Tower Jl Raya Ketegan 35 Taman Sidoarjo, Senin (14/3/2022).
Pagi cerah itu dia merasakan betapa bahagianya karena telah diberikan kesehatan kembali oleh Allah taala. Sembuh dari autoimmune GBS.
Sakit itu menyerang dirinya pada tahun 2017. Saat melaksanakan program Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan (PPG-Daljab) di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Kejadian itu bermula saat dia terjatuh dari tangga di sebuah hotel tempat ujian tulis PPG. Kemudian tidak bisa berdiri lagi seperti semula.
”Saat ujian negara saya menggunakan kursi roda untuk menuju ruang ujian. Karena tangan susah digerakkan, jadi yang tanda tangan daftar hadirdilakukan oleh teman sekelas saya,” ungkap guru Mata Pelajaran Sejarah
Tangan kiri, lanjutnya, masih bisa sedikit digerakkan. Pegang mouse pakai tangan kanan, kemudian digerakkan pakai tangan kiri. Begitu pula menekan tombol mouse digerakkan tangan kiri.
”Waktu itu saya merasakan betapa kaki dan tangan itu berharga sekali bagi saya,” ucap syukurnya sembari kedua bola mata yang berbinar air mata.
Vonis Dokter
Ketika dia mendatangi satu rumah sakit swasta di Surabaya, dokter mengatakan dia terlambat untuk berobat. Bakal susah disembuhkan. Karena sakit autoimun tidak ada obatnya. Yang ada cuma vitamin untuk mendorong imun kembali normal.
”Dokter mengatakan saya bisa sembuh minimal dua tahun. Tapi Allah mengatakan lain. Dalam kurun waktu sembilan bulan, alhamdulillah saya sudah bisa jalan dengan normal,” tuturnya.
Dengan mengusap kedua bola matanya supaya air mata tidak sampai menetes, Risky mengatakan, ketika ia diterima jadi guru di Smamita sejak 2019 lalu, ia bersyukur sekali sekolah ini ada fasilitas liftnya.
”Ternyata saya sendiri jarang pakai lift. Apalagi kalau turun dari lantai delapan ke ruang guru di lantai dua, insyaallah saya kuat jalan kaki. Menikmati kaki saya yang sudah bisa bergerak dengan normal,” ceritanya.
Dulu Risky sempat putus asa dengan penyakitnya. ”Ya Allah kalau memang berakhirnya sampai seperti ini tidak bisa sembuh, ya sudah. Aku tidak akan jadi guru ya Allah, aku di rumah saja,” kenang alumnus Unesa tahun 2005 itu.
Tapi Allah Maha Segalanya. Atas kuasa Allah, Riskiyani kembali sehat. Dia bisa menjadi guru yang menyenangkan bagi siswa Smamita. ”Ternyata kesehatan itu sangat berharga. Apalagi kalau sudah sakit pasti tahu rasanya,” pungkasnya. (*)
Penulis Emil Mukhtar Efendi Editor Sugeng Purwanto