Selain Achmad Fanani Sumali, ke-15 peserta yang dijaring oleh Imigrasi ini adalah Latipun, Mohammad Ernam, Muh Kholid AS, Khoirul Anam, Wijianto, Abdul Manaf, M Zaenal Mahfud, Muh Hamka, Fathurrahim Syuhadi, Sudarmaji, Bambang Hari, Ulun Nuha, Aunillah Ahmad, dan Aulia Azmi.
(Baca juga: Di Muhammadiyah Ada PRIA yang Bukan Laki-laki)
Sementara 8 lainnya lolos masuk ke Singapura tanpa menjalani pemeriksaan 90-an menit itu. Ke-8 yang lolos adalah Wakil Ketua PWM Jatim Nadjib Hamid beserta istri Luluk Humaedah, Agus Mahfud Fauzi, Fauzi, Miftakhul Khoir, Titin Prihatin, Noor Hidayah, dan Aisya Kirana Firdausy. Meski Nadjib dan istri lolos, 3 anaknya ikut terjaring imigrasi.
Sebelum pemeriksaan khusus di ruang khusus untuk tiap orang, ada semacam pemeriksaan umum. Satu orang petugas memberi berbagai pertanyaan kepada Ketua rombongan, Latipun, di depan rombongan. Mulai berapa jumlah rombongan, kemudian nama semua peserta muhibah, dan lain sebagainya.
(Baca juga: Muhammadiyah Segera Dirikan Universitas Muhammadiyah di Malaysia, Begini Persiapannya)
Pemeriksaan umum ini berjalan secara lancar, karena Pemimpin Redaksi Majalah Matan sekaligus pwmu.co, Muh Kholid AS, masih menyimpan foto berbagai data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan itu.
Diantaranya nama seluruh peserta muhibah, dan juga tiket penerbangan kepulangan ke Indonesia. Barulah setelah itu, ke-15 peserta itu menuliskan namanya satu persatu di selembar kertas yang disediakan oleh petugas imigrasi.
(Baca juga: Di Depan Forum Pebisnis Muslim Malaysia, Din Syamsuddin Berbagi Kisah Kelola Muhammadiyah)
Setelah tuntas pemeriksaan umum, beberapa menit kemudian, ke-15 peserta itu dipanggil satu persatu untuk menjalani pemeriksaan khusus di ruangan khusus. “Seperti di film-film, pemeriksaan untuk satu orang dilakukan oleh paling sedikit 4 petugas. Satu petugas yang duduk menghadap kami memberi pertanyaan, sementara 3 lainnya berdiri mengawasi,” cerita Khoirul Anam.
Lantas apa materi pertanyaan dalam interogasi khusus ini? Meski ada satu-dua pertanyaan yang berbeda, tapi 2 pertanyaan remeh-temeh selalu mengiringi. Yaitu mencocokkan nama di paspor dan pertanyaan berapa uang yang dibawa masuk ke Singapura.
(Baca juga: Ketika Orang Lamongan “Kuasai” Muhammadiyah Cabang Istimewa Malaysia)
“Sudah diatur oleh orangtua,” begitu cerita Aunillah tentang jawaban yang diberikan saat ditanya tentang berapa uang yang dibawa ke Singapura. Sementara yang lainnya juga memberi jawaban yang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas diplomasi masing-masing.
Pemeriksaan yang lumayan lama dibandingkan peserta lain hanya dialami oleh Fathurrahim Syuhadi. Sebab, bukan hanya 2 pertanyaan itu yang ditujukan padanya. Tapi juga ada tugas tambahan dari petugas. “Saya disuruh menyebutkan semua anggota yang tertangkap ini,” jelasnya ketika ditanya kenapa pemeriksaannya lumayan lama.
(Baca juga: Ketika TKI Jadi Motivator Gerak Dakwah di Dalam Negeri)
Lantas apa kesalahan 15 orang ini hingga diperiksa khusus oleh Imigrasi Singapura? Beberapa peserta muhibah berusaha menanyakan kasus itu pada petugas setelah pemeriksaan usai. Tapi jawaban yang diberikan hampir serupa: “tidak ada apa-apa”.
Bahkan setelah pemeriksaan yang melelahkan itu, petugas pengantar dari aula ke ruang pemeriksaan juga sempat menghibur rombongan. Ada diantaranya yang menyanjung kemuliaan profesi rombongan yang mayoritas guru atau dosen. “Guru adalah profesi yang mulia,” begitu kira-kira mereka menghibur.
“Intinya, karena mereka memang punya otoritas untuk memeriksa setiap warga asing yang mau masuk ke negara mereka,” gurau Nadjib Hamid kepada 15 peserta setelah selesai pemeriksaan dan berkumpul dengan 8 peserta lain yang lolos. “Jadi, itulah pentingnya otoritas,” gurau Nadjib.
(Baca juga: Dubes RI di Malaysia Rayakan Idul Adha Bersama PC Istimewa Muhammadiyah)
Meski harus menjalani pemeriksaan 1,5 jam, tetap saja para “tersangka” itu menghibur diri. “Kalau tidak diangkut, kita tidak punya pengalaman bagaimana suasana pemeriksaan khusus di Imigrasi Singapura,” kata Hamka menghibur diri. Ups, bukan menghibur diri, tapi menghibur 15 diri! (paradis)