Antena Kehidupan Atasi Keterbatasan
Dia menyarankan, siswa menggerakkan tiga komponen agar memperbesar wadah rezeki. Jika ada keterbatasan fisik, maka bisa menggerakkan akal untuk kerja cerdas.
Tapi jika kecerdasan kurang mumpuni, sambungnya, maka hati harus menggerakkan dengan infak, sedekah, puasa, atau Tahajud. Dia lantas mengutip penggalan at-Thalaq ayat 2 dan 3, “Wa man yattaqillaha yaj’al lahu makhroja, wa yarzuqhu min haitsu la yahtasib.”
Artinya, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, akan diberi Allah rezeki dari jalan yang tak terduga, dan diberikan rezeki yang tidak disangka.”
Dia menyimpulkan, “Kita akan diberikan kemudahan atas urusan kita jika kita yakin pada Allah.”
Ustadz Arodhi menyebut komponen pancaindera, akal, dan hati sebagai antena kehidupan. Yaitu perangkat pada diri manusia untuk menyelesaikan masalah dan mendatangkan kesuksesan hidup.
Pancaindera
Dia menerangkan, pancaindera (fisik) meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan pengecap. “Untuk menjaga mata, gadget jangan terlalu lama di depan kita karena mata kita fungsinya akan berkurang. Itu akan mengurangi daya tangkap terhadap informasi macam-macam!” imbaunya.
Demikian pula pendengaran. “Semua fisik harus dijaga, kalau tidak dijaga akan sakit. Kalau sudah sakit kalian hanya bisa tidur, diam, tidak bisa bergerak dengan leluasa,” ungkapnya.
Akal Pikiran
Antena kedua, sambungnya, yaitu akal (pikiran) untuk mendeteksi hal terindera oleh pancaindera. Ustadz Arodhi akhirnya mengajak siswa untuk terus melatih akal.
Dia menuturkan, “Mengembangkan dengan membaca, bertanya, diskusi pelajaran, mencatat, mengerjakan soal-soal, mengikuti kompetisi, lomba atau olimpiade dalam melatih agar akal kita terus bekerja!”
Selanjutnya, dia mengungkap rahasia dalam al-Mulk ayat 2. Yaitu agar akal manusia terus berpikir. “Aku dapat ujian kayak gimana ya? Maka gimana? Kenapa sih kalau dari SD ke SMP ada ujian, dari SMP ke SMA ada ujian? Dari SMA ke perguruan tinggi ada ujian?”
Jawabannya, memastikan apakah individu sudah berubah semakin baik.
Kalbu
Ia menambahkan, ada satu bagian antena kehidupan yang jarang dikembangkan. Yakni antena kalbu atau hati. Hati mendeteksi hal-hal ghaib yang tidak terindera oleh pancaindera.
Ia menjelaskan, seringkali ketika ada masalah saja sesorang mengembangkan hatinya, mendekatkan diri pada Tuhan. Hal ghaib termasuk hablum minallah. Maksudnya hal ghaib adalah Allah, karena pancaindera kita tak mampu menjangkau, tapi bisa memastikan ada yang ghaib.
“Buktinya apa? Ada matahari, air, laut, oksigen, semua itu kita butuhkan, siapa yang menyediakan? Apa ada dengan sendirinya? Di situ kita yakini ada yang menyediakan. Dialah Allah. Kita kembangkan dan jaga hati agar ibadah dan akhlak menjadi baik sehingga semua diridhai Allah,” tuturnya.
Dengan demikian, Ustadz Arodhi meluruskan, shalat bukan karena guru atau agar orangtua tak marah. “Kita shalat karena Allah. Lalu, kita ngaji bukan karena dinilai tertib tapi karena ingin diridhai Allah,” imbuhnya.
Selain itu, sedekah pun bukan ingin dibilang dermawan. Tapi bersedekah untuk mendapat ridha Allah. “Demikian juga jika belajar dengan sungguh-sungguh. Bukan karena kalian akan mendapat prestasi tapi sebenarnya tujuan utamanya ingin diridhai oleh Allah!” tegasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni