PWMU.CO – Jumat 20 Januari 2017, Amerika kembali mengalami pergantian presiden dari Husain Barack Obama ke Donald J. Trump. Dengan rekam jejak yang kurang bersahabat dengan kalangan minoritas, terutama umat Islam di Amerika, tentu aneh jika ada umat Islam yang memuji kepemimpinan Trump yang baru saja akan dimulai.
“Yang disayangkan memang adalah ketika ada pihak-pihak yang tergesa-gesa memberikan pujiannya kepada Donald Trump. Apalagi kalau pujian itu datang dari pejabat negara lain, khususnya Indonesia,” kata Imam Besar Masjid New York, Shamsi Ali, mengomentari adanya beberapa figur publik di Indonesia yang tiba-tiba memuji Trump.
“Selain tidak pada tempatnya, juga bisa dianggap tidak sensitif (insensitive) baik kepada mayoritas bangsa Amerika itu sendiri, apalagi kepada masyarakat Muslim Indonesia dan dunia,” jelas Shamsi Ali.
(Baca juga: Inilah Beda Obama dan Trump Menurut Imam Besar Masjid New York, Shamsi Ali)
Menurut Shamsi Ali, keterpilihan Trump sebagai Presiden Amerika ini memang menimbulkan banyak kekhawatiran. Tak hanya umat Islam, bahkan juga Yahudi. “Dua hari lalu (19/1, red), saya sempat makan siang dengan seorang Rabi Yahudi yang berpengaruh di New York,” ceritanya.
Dalam pertemuan itu, sang Rabbi Yahudi menyatakan kekhawatirannya tentang masa depan Amerika di bawah kepemimpinan Trump. “Beliau mengatakan bahwa baru kali ini dia merasakan kekhawatiran yang besar terhadap negaranya. “I am not worried only for my community (Jewish). But I am worried about my country”‘ katanya.”
(Baca juga: Apa yang Bisa Diharap dari Donald Trump yang Islamphobia?)
Dalam pandangan Shamsi Ali, Trump bukanlah sosok yang ramah terhadap pemeluk Islam, meski punya koneksi bisnis dengan orang-orang Islam. “Terhadap Islam misalnya, walau selama ini punya koneksi bisnis dengan orang-orang Islam, tapi dalam pandangannya orang Islam adalah orang yang perlu dicirigai,” jelas Shamsi Ali.
“Pandangan pribadi inilah yang menjadikannya kemudian mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyakitkan bagi orang Islam,” tambah Presiden Nusantara Foundation itu. Sikap tak ramah juga diperlihatkan Trump terhadap warga minoritas etnik lainnya. Warga Mexico dan Hispanic secara umum menerima kenyataan pahit dengan tuduhan-tuduhan buruk seperti perampok, pemerkosa, dan lain-lain.
(Baca juga: Apa Beda Islam Indonesia dan Timur Tengah? Inilah Jawabannya…)
“Akhirnya bagi kami warga Muslim di Amerika, kekhawatiran dan perasaan tidak menentu (uncertainty) itu ada,” tambah Shamsi Ali. Meski demikian, Shamsi Ali juga menyadari bahwa Amerika bukan hanya seorang Donald Trump.
“Amerika adalah negara yang terbangun di atas dasar konstitusi yang solid di satu sisi. Dan sebuah negara dengan masyarakat yang yang menghormati keragaman dan toleransi,” tulisnya optimistis tentang kondisi negara Amerika.
(Baca juga: Islam Tertawa yang Bedakan Islam Indonesia dengan Timur Tengah)
Bagi Shamsi Ali, tentu saja membangun keyakinan kepada kekuasaan Allah swt harus dibangun kuat, kemudian kepercayaan pada konstitusi Amerika. “Maka setelah membangun keyakinan kepada kekuasaan Tuhan, kami juga membangun keyakinan kepada konstitusi yang menjamin hak-hak dan kebebasan kami dalam beragama.”
Meski demikian, tambah Shamsi Ali, tentu juga tidak kalah pentingnya membangun “trust” bahwa memang ada kasus-kasus yang buruk dari kelompok kecil Amerika. Tapi di luar sana masih lebih banyak lagi orang-orang Amerika yang baik.
(Baca juga: Guru Besar UIN Ini Ungkap Faktor-Faktor yang Membuat Barat Ingin Kuasai Dunia Islam)
“Sehingga harapan dan optimisme itu selalu ada. Bahwa di ujung terowongan panjang itu pasti ada cahaya dan akan kembali bersinar menyinari bumi Amerika dan alam semesta. Insya Allah!” pungkas Shamsi Ali tentang pentingnya membangun harapan dan optimisme hidup di Amerika itu. (kholid)