Haru Biru Mengenang Nadjib Hamid, Pendiri PWMU.CO

Suasana haru biru saat penayangan video mengenang pendiri PWMU.CO Nadjib Hamid (Ian Ianah/PWMU.CO)
Suasana haru biru saat penayangan video mengenang pendiri PWMU.CO Nadjib Hamid (Ian Ianah/PWMU.CO)

PWMU CO – Haru biru sangat terasa di tengah penyelenggaraan Resepsi Hybrid Milad Ke-6 PWMU.CO pada Sabtu (19/3/2022).

Para peserta dan tamu undangan, baik yang mengikuti kegiatan secara luring maupun daring diajak oleh panitia untuk mengingat kembali sosok pendiri PWMU.CO, Nadjib Hamid.

Sebuah video yang menceritakan tentang sosok pendiri PWMU.CO itu pun ditayangkan dalam acara yang pelaksanaan secara luringnya bertempat di Aula Mas Mansur PWM Jatim. Sedangkan secara daring para kontributor bisa mengikutinya lewat Zoom Meeting maupun YouTube Channel PWM Jatim.

Sosok Nadjib Hamid dikenal sangat dekat dengan para editor dan kontributor PWMU.CO. Ia dikenal sering menyapa para kontributor.

Salah satu cara unik Nadjib Hamid menyapa para kontributor, yakni ketika sedang dalam perjalanan. Jika ia singgah di sebuah kota, maka ia akan menghubungi para kontributor di kota tersebut untuk bisa berkumpul. Sebagaimana pernah terjadi di Kota Gresik, Nadjib Hamid mengajak para kontributor untuk bertemu di sebuah warung bakso.

Dalam video tersebut, narator mengisahkan bahwa Nadjib Hamid piawai dalam memotivasi para kontributor. Sebutan khusus pun ia sematkan untuk kontributor PWMU.CO sebagai relaban, yakni rela berkorban.

“Seorang kontributor relaban harus ikhlas dan istiqomah dalam menjalankan jihad digital, walaupun tidak mendapatkan upah atau ujrah. Karena para relaban ini akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari segalanya yakni ajrun atau pahala dari Allah,” begitu pesannya.

Sosok pendiri PWMU.CO yang sejak tanggal 9 April 2021 tidak bisa lagi mendampingi para kontributor karena telah dipanggil Sang Khaliq ini, setahun lalu menyampaikan wasiat.

Ini menjadi pesan terakhirnya untuk PWMU.CO portal dakwah berkemajuan. Ia meminta agar PWMU.CO membuat monumen yang monumental dan hidup dengan mendokumentasikan tulisan-tulisan yang masuk menjadi sebuah buku.

Wasiat tersebut pun ditindaklanjuti oleh Tim PWMU.CO dengan menerbitkan buku Editor Killer, yang dilaunching saat Resepsi Hybrid Milad Ke-6 PWMU.CO kali ini.

Haru Biru Menahan Tangis

Selama penayangan video tentang Nadjib Hamid berdurasi lebih kurang sepuluh menit tersebut, para peserta dan tamu undangan tak mampu membendung air mata. Suasana mengharu biru mengenang sosok yang semasa hidupnya tak pernah lelah berbuat kebaikan.

Pemimpin Redaksi (Pemred) PWMU.CO, Muhammad Nurfatoni yang duduk di sudut ruangan tampak memerah wajahnya dan beberapa kali mengusap air mata.

Dia menceritakan, sejak awal acara resepsi hybrid Milad ke-6 PWMU.CO ini dimulai, sudah merasakan keharuan. Hal ini karena kedekatannya dengan almarhum Nadjib Hamid semasa hidupnya sangat lekat, khususnya dalam membangun dan mengembangkan PWMU.CO.

Beberapa peserta juga tampak sesenggukan. “Bapak Nadjib Hamid itu banyak sekali karya tulisannya. Perjuangannya di Muhammadiyah luar biasa. Beliau orang baik dan banyak menginspirasi. Banyak yang merasa kehilangan,” tutur Cebeng Alhudayatul Ustadza, kontributor dari Bojonegoro.

Kontributor perempuan yang tak kuasa menahan air mata mengenang perjuangan Nadjib Hamid (Nely Izzatul/PWMU.CO)

Pemandu Acara Milad Ke-6 PWMU.CO, Dian Rahma Santoso yang sudah piawai memandu acara dengan ceria pun tak luput dari pengaruh suasana haru. Usai video ditayangkan, suara Dian terbata-bata sambil berusaha mengatur nafas agar suaranya terdengar normal.

Ketika dikonfirmasi, Dian Rahma mengatakan, banyak sekali kenangan bersama Nadjib Hamid, “Baik saat beliau berkunjung ke Umsida tempat saya bekerja, maupun saat kegiatan-kegiatan di Muhammadiyah,” katanya.

Lebih lanjut Dian menceritakan, satu lagi peristiwa tak terlupakan bersama Nadjib Hamid adalah saat menghadiri puncak Milad Ke-107 H/104 M Muhammadiyah se-Jatim bertempat di Stadion Gelora Bangkalan, Madura.

Kala itu, Dian sendirian, tidak ada teman untuk kembali ke Surabaya dan kebingungan karena tidak paham seluk beluk Madura. Tiba-tiba Nadjib Hamid menghampiri dan mengajaknya untuk bersama-sama pulang ke Surabaya.

Harimau mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan nama. Kebaikan-kebaikan Nadjib Hamid akan terus dikenang sepanjang masa, bersama karya-karya literasinya. (*)

Penulis Eri Nurokhim Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version