Orientasi Masa Depan
Sekolah Muhammadiyah masa depan adalah yang mampu menjawab kebutuhan dan tren pada zaman sekolah itu dikembangkan. Menurut Mu’ti ini adalah kriteria MFS yang kedua.
“Sekolah yang memiliki orientasi akhirat. Bukan bermakna orientasi setelah mati, tapi makna kata yang berarti jauh. Jauh secara jarak maupun jauh secara waktu. Sehingga memang diperlukan kemampuan kita untuk memberikan pendidikan yang membekali anak-anak kita ini sehingga mampu hidup di masa depan,” dia menjelaskan.
Mu’ti menyampaikan, ada tiga hal yang perlu dipersiapkan untuk memenuhi kriteria kedua ini. Pertama value atau nilai. Tidak harus eternal values (nilai yang abadi) tapi universal values (nilai universal/ mendunia). Nilai-nilai universal inilah yang harus ditanamkan kepada anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Jadi bukan hanya proses transfer of knowledge, transfer of skill, tapi juga transfer of value.
“Saya biasa menyebutnya transformation of knowledge, skill and value, transformasi pengetahuan, ketrampilan dan nilai,” ujar Mu’ti.
Menurutnya, nilai itu melekat dalam semua penyelenggaraan pendidikan. Nilai kejujuran dan etos kerja dicontohkan Mu’ti sebagai nilai yang harus ditanamkan di Muhammadiyah.
Essential knowledge adalah hal kedua yang harus ada pada sekolah yang berorientasi masa depan. Ilmu yang esensial, yakni ilmu yang tidak usang dalam apapun dan kapanpun kondisi, situasi, dan perubahan zaman.
Mu’ti menegaskan, kemampuan berbahasa adalah salah satunya, terutama bahasa asing, sebagai sarana mengakses dunia dan ilmu pengetahuan lainnya. Juga ilmu literasi dan numerasi. Ilmu sejarah untuk merawat nasionalisme dan kecintaan akan karya sastra dan seni yang bisa membangkitkan imajinasi dan keingintahuan untuk mengeksplorasi dunia dan semesta alam.
“Banyak temuan besar dunia yang dimulai dari imajinasi. Orang bisa sampai ke luar angkasa itu berawal dari imajinasi, apakah ada makhluk di luar angkasa, is there any creature on there? Apakah ada makhluk lain di sana. Itu kan imajinasi, tapi kemudian dia wujudkan imajinasi itu dalam kemampuan dan capaian teknologi,” jelas Mu’ti.
Maka, tambahnya, kemampuan teknologi dasar juga merupakan ilmu esensial yang harus diperoleh peserta didik di sekolah Muhammadiyah.
Dan hal ketiga yang memenuhi kriteria masa depan adalah sekolah yang mampu mengambil peran mengelola masalah peserta didik.
Dia menceritakan sebuah film yang berdasarkan kisah nyata seorang guru di Amerika Serikat bernama Erin Gruwell. Filmnya berjudul Freedom Writers. Dengan film itu Mu’ti menggambarkan pentingnya peran sekolah untuk menerima dan membantu peserta didik bermasalah menemukan jati dirinya, mendorong mereka mengelola kegagalan sebagai langkah awal menuju kesuksesan masa depan mereka.
Kata Mu’ti, “ Nah, ke depan anak-anak itu akan semakin punya kompleksitas dalam hidup yang lebih tinggi dari kompleksitas kehidupan kita. Menurut saya Muhammadiyah Future School perlu menggarap yang seperti ini.”
Layanan Personal dan Berbasis Teknologi
Kriteria MFS yang ketiga menurut Mu’ti adalah sekolah yang menyediakan layanan pendidikan personal. Karena dunia akan terus bergerak mengalami personalisasi.
Dia memberikan contoh program home schooling (sekolah rumah) saat ini yang sudah menjadi tren. Karena faktor kebutuhan privasi dari keluarga di kalangan menengah.
Juga karena peserta didik memiliki kegiatan utama atau profesi yang tidak memungkinkan mengikuti jadwal sekolah regular yang teratur. Misalnya aktris atau atlet. Juga adanya tren spesialisasi, yaitu keinginan fokus pada bidang tertentu yang menjadi spesialisasinya. “Tidak harus mempelajari semua bidang secara umum,” ujarnya.
Di akhir sesi, Abdul Mu’ti menegaskan kembali pentingnya personalisasi pendidikan dan tantangan bagi sekolah Muhammadiyah untuk menjawabnya.
“Tren pembelajaran dengan teknologi, seperti yang terpaksa kita terapkan di masa pandemi adalah contoh personalisasi pendidikan yang merupakan tren pembelajaran masa depan,” ujarnya.
Dia menambahkan, sekolah masa depan cenderung paperless, karena concern yang tinggi pada kelestarian lingkungan hidup. Sehingga yang harus diajarkan sejak awal adalah bagaimana peserta didik terbiasa menggunakan dan menguasai teknologi, serta mengembangkan berbagai bentuk teknologi untuk pembelajaran.
“Itulah menurut saya, Future of Muhammadiyah School,” kata Abdul Mu’ti menutup pemaparannya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni