Panti Asuhan Muhammadiyah Direbut Anak Mahkamah Agung oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PWMU.CO– Praktik hukum di negeri ini ternyata mencla-mencle. Masyarakat terancam dan aset umat dapat hilang. Inilah yang terjadi terhadap aset Muhammadiyah berupa panti asuhan di Jl. Mataram 1 Bandung.
Panti itu menerima hibah wasiat dari H. Salim Rasyidi dengan Sertifikat Hak Milik diserahkan dan hingga kini dipegang oleh Muhammadiyah. Difungsikan sebagai panti asuhan sebagaimana amanat H. Salim Rasyidi.
Setelah H. Salim Rasyidi meninggal dunia tiba-tiba terbit sertifikat baru atas nama Mira Widyantini, putri mantan Ketua Mahkamah Agung Purwoto Gandasubrata, tetangga di Jl. Mataram. Peralihan jual beli tersebut tanpa sepengetahuan Muhammadiyah sebagai pemegang hak. Terjadilah sengketa yang pada tingkat peradilan pertama di PN Bandung Muhammadiyah memenangkan perkara.
Pada tingkat banding Muhammadiyah dikuatkan kemenangannya. Mahkamah Agung menguatkan pula di tingkat kasasi. Inkracht. Lalu permohonan eksekusi dikabulkan dan dilakukan eksekusi.
Secara hukum tanah dan bangunan yang digunakan sebagai panti asuhan tersebut dimiliki dan dikuasai oleh Muhammadiyah. Pengasuhan pun berjalan dengan baik hingga kini.
Tiba-tiba Dra Mira Widyantini MSc mengajukan Peninjauan Kembali. Anehnya kali ini Majelis Hakim MA memenangkan PK itu. Anak-anak panti harus hengkang. Akan tetapi Penetapan eksekusi dinilai cacat hukum sehingga Muhammadiyah mengajukan perlawanan.
Saat ini masih berjalan di tingkat kasasi. Muhammadiyah melaporkan ke polisi atas dugaan pemalsuan surat. Dihentikan karena kurang bukti. Muhammadiyah sedang menyiapkan bukti-bukti lanjutan yang diperlukan dengan kemungkinan pelaporan baru.
Keterangan Palsu
Eksekusi justru akan segera dilakukan oleh PN Bandung untuk proses yang sebenarnya belum tuntas. Pemaksaan dipastikan akan menimbulkan reaksi keras. Fakta yang terkuak adalah bahwa jual beli antara Dra Mira Widyatini MSc dengan H. Salim Rasyidi yang telah uzur berisi keterangan palsu.
Muhammadiyah mempertahankan dan melawan. Segala potensi segera dikerahkan. Masalahnya bukan Muhammadiyah tidak patuh hukum, tetapi ada hukum yang salah. Bagaimana suatu akta jual beli yang berisi keterangan palsu dapat disahkan dan dibenarkan lalu menjadi dasar kekuatan eksekutorial. Kepolisiann pun telah menyampaikan dan membuktikan kepalsuan tersebut.
Suatu kejanggalan hukum lain adalah kepolisian tidak mampu memanggil notaris padahal saksi kunci itu memungkinkan menjadi tersangka. Aturan kekebalan hukum notaris yang tidak tersentuh adalah kezaliman hukum. Jika notaris yang tidak bisa dipanggil polisi, jaksa, dan pengadilan apa yang terjadi jika notaris adalah bagian dari kejahatan itu sendiri?
Perlu diuji serius baik secara akademik maupun yudisial proteksi atau kekebalan hukum luar biasa seorang notaris sehingga polisi, jaksa, dan pengadilan pun harus “bertekuk lutut” pada kekebalannya. Apa dasar hukum Majelis Kehormatan Notaris (MKN) menjadi lembaga super body?
Panti Asuhan Muhammadiyah di Jalan Mataram No 1 Bandung beserta anak-anak asuhnya dalam bahaya terusir. Menjadi target dan agenda eksekusi pengadilan. Padahal secara agama dan hukum baik secara personal maupun institusional tidak melakukan penyimpangan apapun.
Muhammadiyah melawan dan meluruskan kezaliman hukum yang kasat mata tersebut. (*)
Bandung, 28 Maret 2022
Editor Sugeng Purwanto