
PWMU.CO – Perlunya personal branding bagi mubalighat Aisyiyah disampaikan oleh Manajer Pusat Syiar Dakwah Digital (PSDM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Arif Nur Kholis.
Dia menuturkannya dalam Pelatihan Mubalighat yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah di hari ke dua, Selasa (22/03/2022) sore.
Arif mengingatkan, personal branding bagi seorang pendakwah Muhammadiyah sangat diperlukan. Menurutnya, selama ini kader AMM (angkatan muda Muhammadiyah) dinilai kurang di personal branding.
“Kader AMM itu seringnya mengatakan, orang lain saja yang tampil, saya panitia saja,” ucapnya.
Dia menuturkan, perlunya para kader membangun personal branding. Dia pun mencontohkan tokoh muballighat yang sukses membangun personal branding, yaitu Dr Aisyah Dahlan Cht.
“Misalnya Dr Aisyah Dahlan, tentang rumah tangga. Dia mem-branding dirinya, ‘saya dokter, saya ahli reproduksi, saya ahli relationship’. Nah sekarang ibu-ibu bisa membranding dirinya tentang psikologi , atau ibadah mahdhah, nah itu difokuskan,” sarannya.
Video Pendek Versus Video Panjang
Selain membuat personal branding, Menurut Arif, seorang mubalighat boleh juga membuat video yang berdurasi panjang untuk menyampaikan materi dakwahnya.
Hal ini karena video panjang memungkinkan seorang mubalighat melengkapi materi dakwah dengan berbagai referensi. Bahkan menurutnya video panjang juga bisa menjadi referensi bagi pemirsanya.
“Panjang video sekitar 30-35 menit agar meyakinkan, sebagai referensi, kadang-kadang video panjang bisa jadi referensi atau istilahnya pilar narasi. Bahkan yang pendek kadang justru dinilai kurang meyakinkan dari sisi referensi,” terangnya.
Namun demikian, Arif menggaris bawahi bahwa perlunya video pendek juga memiliki kelebihan di antaranya meminimalisasi rasa bosan.
“Video pendek 1 sampai 3 menit juga bagus, agar tidak membosankan. Karena ada kalangan yang sibuk tadi. Bahkan di facebook ada yang diberi subtitle, hal itu karena banyak audiens yang mencuri waktu ketika kerja, sehingga ketika melihat video ya hanya dilihat teksnya saja. Jadi jangan lupa buat video diberi subtitle juga,” jelasnya.
Oleh karena itu menurut Arif, seorang mubalighat seharusnya bisa memproduksi video dakwah dengan durasi panjang maupun pendek, tidak terpaku pada salah satu jenis video.
“Jadi tetaplah buat video yang pendek dan panjang, dua-duanya tetap bisa dijalankan. Ada yang pengen ngaji terus satu jam, ada yang terdistraksi oleh banyak hal sehingga bisa yang pendek. Kalau saya mendengarkan video atau podcast ketika nyetir pas pulang dari kantor,” ungkapnya.
Beda Segmen Tentang WhatsApp
Arif menegaskan, meskipun sama-sama merupakan fitur Whatsapp, namun antara grup Whatsapp dan status Whatsapp adalah media dakwah yang berbeda.
“Tapi poinnya status WA atau grup WA, itu beda segmen. Kalau status WA itu mencoba menyasar orang-orang yang sekedar kenal dengan kita. Nah kalau grup itu sebenarnya ada tema, kadang kalau kita posting di tempat yang judulnya bukan dakwah, itu jadinya malah kita dianggap kurang beretika,” jelasnya.
Menurutnya, status Whatsapp merupakan media yang efektif untuk membangun personal branding, di mana personal branding merupakan salah satu unsur yang penting dalam membangun kepercayaan audiens.
“Efektifnya untuk personal branding, kita mau diingat apa oleh teman kita yang menyimpan nomer WA kita, itu pasang di status, nah itu personal branding. Kalau ibu mengangkat video ibu sendiri meskipun itu cuma 1-3 menit, dan diupload tiap 3 hari misalnya, maka ibu akan menjadi mubalighat kondang,” terangnya.
Arif mengingatkan agar muballighat lebih hati-hati dalam menjadikan WhatsApp group sebagai media dakwahnya. Menurutnya, Whatsapp group merupakan media yang tematik sehingga tidak semua topik tepat untuk disebar lewat grup.
“Grup WA itu memang tematik, bukan komunitas, misal grup keluarga, ya itu ngomongin keluarga. Jangan sampai kita malah jadi pengganggu. Jadi kita harus pastikan, itu memang grup yang menerima dakwah,” pesannya.
Arif menyarankan, jika ingin menyampaikan nilai-nilai Islam berkemajuan tidak harus membawa nama Muhammadiyah di awalnya.
“Juga agar tema dakwah yang disampaikan diawali dengan tema-tema kemanusiaan yang dianggap sebagai tema yang mudah diterima oleh semua lapisan masyarakat.
“Mungkin logonya itu di belakang ya, yang penting substansinya dulu. Di grup alumni SMA Muh pun kalau kita bawa tema kemuhammadiyahan itu kadang juga di-bully. Tapi kalau kita bawa tema kemanusiaan, itu banyak yang mendukung. Misal saya cerita mau berangkat ke lokasi bencana, itu banyak yang nitip (donasi),” jelasnya. (*)
Penulis Ain Nurwindasari Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni