Daun Jatuh Atas Izin Allah, apalagi Dompet Raib, tulisan kontributor PWMU.CO Kabupaten Jember Humaiyah.
PWMU.CO – Waktu di HP menunjukkan pukul 20.00. Saat itu Terminal Bungurasih Sidoarjo diguyur gerimis. Begitu turun dari mobil ojek online, menunggu bus patas jurusan Jember pada Sabtu (19/3/2022).
Ada agenda lama yang sudah direncanakan dengan pihak sekolah MBS Tanggul. Yaitu psikotes siswa yang akan dilaksanakan oleh Enyke Rosyita Diana SPsi MPsi dari lembaga Klinik Psikologi Ekadya pada Ahad (20/3/2022).
Berhubung aku menjadi penanggung jawabnya, maka hal pertama yang direncanakan adalah secepatnya sampai di Tanggul usai menghadiri Resepsi Milad Ke-6 PWMU.CO di Aula Mas Mansur Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
“Ayo Mas. Naik bus apa saja yang ada. Ibu besok harus bertemu dengan psikolog,” ajakku kepada Husni Abadi Emha, anak sulungku yang ikut ke Surabaya.
Terlelap di Bus Berisiko
Terlihat ada bus ekonomi jurusan Surabaya ke Banyuwangi siap-siap berangkat. Maka aku memutuskan untuk pulang dengan mengendarai bus tersebut. Penumpang agak penuh. Aku memilih bangku berisi tiga tempat duduk dan aku duduk paling ujung dekat jendela.
“Hati-hati laptop dan HP-mu mas,” kataku mengingatkan sulung kidalku.
Tak lama kemudian bus berangkat. Di perjalanan ada saja penumpang, hingga buspun penuh. Mata tak bisa kupejamkan. Mungkin karena badan terlalu lelah. Kulihat anakku sudah terlelap. Sesekali aku meraba tasnya. Oh laptopnya ada.
Entah sampai dimana, kondektur meminta ongkos. Kuambil dompet dan keserahkan dua helai uang seratus ribuan. Uang kembalian kutaruh di saku jaketku. Kulirik anakku dia masih terlelap. Entah sampai di mana akupun terlelap juga. Pukul 23.55 wib bus berhenti di depan Polsek Tanggul dan aku turun. Kemudian langsung menuju rumah ibuku.
Pagi setelah subuh, aku pulang. Jarak rumahku dari rumah ibu sekitar 6 km ke arah utara. Sesampai di rumah, aku bergegas membongkar isi tas. Untuk bersiap- siap ke Asrama Tahfidh Bambu Kuning, tempat santri puteri MBS Tanggul.
Suami Memenangkan
Nah, begitu membuka tas, baru aku sadari, dompet besar berwarna biru tak ada di tas ranselku. Kubolak balik tas. Ku keluarkan semua isinya, tetap dompet itu tidak ada. Kepalaku terasa berat dan berputar-putar.
“Loh Pak, dompetku tidak ada,” kataku kepada suami dengan suara bergetar menahan rasa bingung.
Suami pun ikut mencari. Tetap tidak ada. Kembali aku mengingat sepanjang perjalanan. Dimana kutaruh dompetku. Suamipun kemudian berkata menenangkan sabar, sabar dan tenang.
Buyar sudah rencana pagi itu. Tak sanggup ke asrama. Meminta maaf kepada psikolog yang akan menguji anak- anak. Tak lupa berpesan kepada salah satu ustadzah di sekolah untuk mewakili menemui .
Copet Banci
Ku telepon adikku yang di Surabaya, jangan-jangan dompetku tertinggal di sana.
“Tidak ada mbak Hum,” jawab adikku. Terbayang sudah, KTP, SIM, STNK, ATM, NBM, KTA Aisyiyah raib.
“Apalagi isinya,” tanya adikku, Syafrizal Ahmad.
“Bedak, lipstik, minyak wangi dan lain-lain,” jawabku.
“Sepertinya mbak Hum dicopet itu. Pas tertidur. Aku juga mengalaminya, laptopku hilang. Tapi Alhamdulillah ketemu setelah aku kejar busnya ke Terminal Tawangalun. Kalau isinya bedak, luamayanlah. Misal pencopetnya banci, kan bisa buat berdandan,” gurau adikku yang lulusan Poltek Jember itu. Aku ikut tertawa. Ada-ada saja.
Kebun Durian
Di tengah kegalauanku, aku berjalan menuju jendela yang terletak di sebelah timur rumah. Berdzikir menenangkan diri sambil memandangi tanaman yang tumbuh subur di belakang rumahku.
Tanah belakang rumahku adalah tanah teras siring, jadi aku bisa memandang dengan puas semua tanaman. Ada pohon nangka belanda, durian, nangka, pisang, manggis dan sengon.
“Pak, daun-daun ini tidak akan jatuh ya, kalau tidak seizin Allah, apalagi dompetku yang hilang. Pasti ada takdir Allah di situ ya,” gumamku kepada suami yang masih duduk tenang di mushalla rumah.
“Nah, sudah tahu gitu, daun jatuh atas izin Allah, kok masih bingung. Apapun yang terjadi dengan hidup manusia, sudah tertulis di lauh mahfuz. Kita cuma bisa menjalani dengan sabar dan syukur. Kalaupun hilang ya diurus lagi surat-surat itu,” lanjut suamiku. Hatiku pun menjadi tenang.
Gembira Bersua Santri
Karena pagi tidak bisa mendampingi psikolog di Asrama Tahfid Bambu Kuning, maka aku putuskan, siang ke asrama putra Muhammadiyah Boarding School (MBS) Tanggul yang terletak di Desa Patemon. Psikolog akan melanjutkan tes di sana.
“Pak, aku ke MBS Putra saja ya. Di sana pasti bisa tertawa. Mau mendengar cerita anak-anak pondok saja,” izinku kepada suami.
Sesampai di MBS, para santri itupun menyambut kedatanganku dengan berbagai gaya. Ada yang melambaikan tangan sambil mengucap salam. Ada yang tersenyum kemudian duduk melingkar di sampingku.
Akupun tertawa mendengar kisah-kisah lucu mereka. Terkadang tersenyum kecut kala melihat ekspresi saat curhat. Selang beberapa lama kemudian rombongan psikolog itu datang.
Ekstra hati-hati saat di kendaraan umum ya! (*)
Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.