Bocah yang Pernah Koma 26 Hari Itu Akhirnya Lulus Aliyah. Kisah Muhammad Nabil Al Ghifari Koma 26 Hari di Ruang ICU RSML Merupakan Kado Milad Ke-18 dari sang Ayah, Kontributor PWMU.CO Lamongan Slamet Hariadi. Dia seorang Kepala Klinik Muhammadiyah Keduyung.
PWMU.CO – Saya bersyukur, Kamis (31/3/22) anak saya Muhammad Nabil Al Ghifari sudah wisuda purnasiswa Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) 1 Pondok Karangasem Paciran. Pada 14 Maret 2004 lalu, Fari—panggilan akrabnya—terlahir normal dengan berat badan 4,3 kilogram.
Dia tumbuh menjadi anak lucu dan riang. Kondisi badannya cukup sehat selama balita, tidak pernah sakit. Hobinya sepak bola dan tenis meja, sehingga Fari pernah mewakili sekolahnya mengikuti lomba tenis meja sampai tingkat kabupaten.
Fari kecil bersekolah di Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 75. Kemudian, dia sekolah di MI Muhammadiyah 10 Pesanggrahan, Laren. Setelah lulus, dia melanjutkan pendidikannya di SMP Muhammadiyah 12 (Mudalas) Sendangagung, Paciran. Saat itu dia bermukim di pondok pesantren al-Ishlah asuhan Drs KH Muhammad Dawam Sholeh.
Kabar Dini Hari
Memasuki empat bulan sekolah pada jenjang kelas VII dan mondok, sekitar pukul 02.35 WIB dini hari (10/11/2016), dering ponsel mengejutkan saya. Ketika panggilan telepon itu saya jawab, terdengar suara wanita yang ternyata perawat Poskestren (sekarang Klinik al-Ishlah). Dia bertanya, “Pak, ini orangtua M Nabil Al Ghifari ya?”
Setelah saya mengiyakan, dia mengabarkan Fari sakit muntah-muntah, kejang, dan tidak sadar. “Ini sudah diinfus di klinik, mau dirujuk ke Rumah Sakit Umum (RSU) dr Suyudi, Paciran. Tolong bapak cepat-cepat ke rumah sakit, ya!” pintanya.
Usai menerima telepon darurat itu, saya membangunkan istri Umi Hanik. Kami bergegas memanggil Paklek (bahasa Jawa ‘Paman’) Zainul Arifin guna meminta tolong mengantarkan kami ke RSU dr Suyudi. Akhirnya kami tiba di sana pukul 04.40 WIB.
Saya langsung menuju Instalasi Gawat Darurat (IGD). Fari masih sadar sesekali, tapi setelah itu kejang-kejang dan tidak sadar lagi. Saya dan istri sebagai orangtua mulai panik dan sedih.
Selesai observasi di IGD, Fari dipindahkan ke ruang perawatan lantai 3. Sebelum di-visite (kunjungi) dokter jaga, kondisi anak saya masih kejang dan tidak sadar. Siang jam 12.45 WIB, dokter datang untuk visite dan waktu itu Fari sadar.
Saat dokter bertanya siapa nama adiknya, Fari bisa menjawab dengan tepat nama Ani (Afni Zuraida Alfiani) salah satu adiknya. Tapi tak sampai tiga menit, dia kejang-kejang lagi.
Dirujuk ke RSML
Hasil pemeriksaan dokter memutuskan Fari perlu dirujuk ke rumah sakit yang memfasilitasi CT Scan. Saya meminta dokter merujuk Fari ke Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML).
Setelah menunggu beberapa saat, perawat jaga bilang semua RS yang mereka hubungi sudah penuh. Yaitu RSML, RSUD Soegiri Lamongan, dan RSUD Koesoma Tuban.
Saya bilang, “Ndak apa-apa Mas, langsung saja berangkat ke RSML!” Namun perawat itu menjawab, “Ndak berani Pak, nanti aku disalahkan.”
Kemudian, saya tegaskan kepadanya, “Yang bertanggung jawab saya, Mas. Sekarang ini saudara-saudara saya sudah menunggu di IGD RSML dan kata Wakil Direktur RSML Taufiq Yudiantoro SAK mempersilakan pasien untuk segera dirujuk.”
Selanjutnya, Fari segera disiapkan berangkat. Tapi pihak rumah sakit mengatakan masih menunggu ambulans yang sedang dipakai. Saya—yang sudah tidak sabar—langsung menghubungi Paklek Arifin, memintanya mengambil ambulans Klinik Muhammadiyah Keduyung untuk mengantar Fari ke RSML.
Padahal jarak antara Desa Keduyung ke Paciran sejauh 35 kilometer. Cukup jauh dan medannya sulit. Saya dan istri sudah khawatir melihat kondisi Fari yang semakin memburuk. Akhirnya, jam 14.30 WIB ambulans datang dan sesegera mungkin mengantar Fari.
Koma
Di perjalanan Paciran-Lamongan, saya terus berdoa untuk kesembuhan anak saya yang sudah tidak sadar sama sekali. Tepat jam 15.30 WIB Fari berada di IGD RSML. Perawat jaga langsung menghampiri dengan membawa bed (kasur) pasien dan memasukkan ke ruang IGD yang sudah penuh pasien.
Setelah melalui pemeriksaan dan observasi enam jam di IGD—mulai laboratorium, CT scan, rontgen, dan lain-lain—hasilnya menunjukkan anak saya terkena infeksi radang otak.
Dokter dan perawat yang jaga bertanya, “Apakah kepala anaknya pernah terbentur atau waktu kecil pernah step?”
Saya jawab jujur tidak pernah dan menegaskan, “Anak saya sebelumnya sehat-sehat saja, Dok.”
Fari pun dipindahkan ke ruangan perawatan anak lantai 2. Di ruang perawatan ini, kondisi Fari memburuk. Dia kejang-kejang terus, sehingga saya berkali-kali memanggil perawat jaga.
Baca sambungan di halaman 2: Pemasangan Ventilator