Tindakan Trakeostomi
Memasuki hari ke-18 di ICU, dr Taufiqur Rahman memutuskan pasien dirujuk ke RSU dr Setomo Surabaya atau Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Laut (RSPAL) dr Ramelan Surabaya. Tapi saya keberatan melihat kondisi Fari sudah kritis. Terlintas di benak saya bayangan akibat kalau dalam perjalanan lepas ventilator.
Maka saya putuskan berunding dengan dr Ori. “Minta tolong jangan dirujuk, Dok,” pinta saya.
Dokter Ori bilang, “Baik Mas Har, akan saya usahakan tindakan trakeostomi yaitu pembedahan untuk membuat lubang di leher.”
“Di leher ini dipasang alat untuk memudahkan tindakan suction, karena sebelumnya suction melalui hidung yang terlalu dalam sehingga menyebabkan iritasi,” imbuhnya.
Setelah pemasangan trakeostomi, Fari mulai menunjukkan perkembangan pada hari ke-20. Dia mulai membuka matanya meskipun belum sadar sepenuhnya. Juga diikuti gerakan-gerakan tubuh dan tangannya yang meronta dengan kuat, sehingga tangan dan kakinya diikat oleh perawat.
Selanjutnya, perkembangan Fari mulai terus ada kemajuan. Memasuki hari ke-24, dokter memutuskan melepas alat ventilator dan ganti alat ambu bag (kantong masker berkatup).
Pindah Ruang Perawatan
Hari ke-26, Fari bisa terlepas dari perawatan di ruang ICU dan pindah ke ruang perawatan anak. Di ruang perawatan inilah kesadaran Fari mulai membaik, namun dia belum bisa mengenali orang di sekitarnya, terutama saya dan ibunya.
Selama tujuh hari di ruang perawatan, tindakan medis berupa nebulizer terus dilakukan dan diikuti pelepasan selang catheter. Karena pemasangan catheter ini sudah sebulan, khawatirnya terjadi infeksi.
Saya bersyukur kondisinya semakin membaik. Dia bisa menyebut nama neneknya saat dikunjungi di RSML. Saya sangat senang mendengar itu karena pertanda ingatannya mulai pulih.
Alhamdulillah pada hari ke-33 di RSML, dokter visite yang menangani Fari sudah membolehkannya pulang. Saya bersama istri sujud syukur atas kesembuhan anak kami. Meskipun kata dr Romy Hari pujianto SpB, selama tiga bulan ke depan, suara Fari belum bisa terdengar jelas akibat pelubangan di lehernya.
Sampai hari ini, selama 5,5 tahun Fari masih rutin minum obat phenytoin, phnobarbital, dan vitamin B6. Kata dokter spesialis syaraf Dhimas Hantoko, kalau dalam waktu setahun tidak kambuh/kejang, baru diperiksa Elektroensefalogram (EEG) atau rekam otak dan konsumsi obat bisa dihentikan.
Alhamdulillah, setelah Fari keluar dari RSML, saya putuskan tidak kembali ke Pondok al-Ishlah karena masih dalam pengobatan dan pengawasan. Sehingga Fari melanjukan sekolahnya di SMP Muhammadiyah 17 Laren. Setelah lulus SMP, Fari melanjutkan ke MAM 1 Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran dan wisuda, Kamis (31/3/22).
Semua ini karena pertolongan Allah SWT. Terima kasih ya Allah, Engkau Maha Menolong, Maha Menyembuhkan dari segala penyakit. Doa ibu dan ayah, semoga ananda M Nabil Al Ghifari diberikan kesehatan dan bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, amin yarabbal alamin.
Tak lupa, kami sekelurga mengucap terima kasih yang mendalam kepada kepala sekolah dan dewan guru MAM 1 (A-1Jurusan Agama) yang selama ini mendidik anak saya sampai wisuda. Nasrun minallah wafathun qarib. (*)
Bocah yang Pernah Koma 26 Hari Itu Akhirnya Lulus Aliyah; Editor Mohammad Nurfatoni/SN