Hukum Puasa Ramadhan tanpa Disertai Shalat Tarawih, oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Puasa (shiam) Ramadhan merupakan salah satu perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim. Perintah ini secara eksplisit terdapat dalam al-baqarah ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Adapun definisi puasa (shiam) ialah menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual suami isteri dan segala yang dapat membatalkannya. Mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT (Buku Tuntunan Ramadhan, http://tarjih.muhammadiyah.or.id/).
Definisi di atas meniscayakan ketentuan puasa yang mencakup pertama, hal-hal yang dapat membatalkan puasa yaitu makan, minum (atau memasukkan benda ke dalam mulut dengan sengaja), dan hubungan seksual, suami isteri.
Dan kedua, mencakup tata cara puasa yaitu menahan diri yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari diawali dengan niat karena Allah.
Selain itu ada perilaku yang tidak termasuk dalam hal-hal yang dapat membatalkan puasa namun dianjurkan untuk dihindari di antaranya adalah berkata dusta atau perkataan lainnya yang tergolong pada perkataan tercela seperti ghadhab (marah), ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba) dan mengumpat.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR Bukhari, No. 1903)
Baca sambungan di halaan 2: Keutamaan Bulan Ramadhan dan Tarawih