Janji Allah Itu Pasti
Dia menyatakan, kadang ikhtiar manusia menjadikan keimanannya justru menurun. Yaitu ketika manusia sudah berikhtiar di ambang batas maksimalnya, tetapi hasilnya tidak sesuai yang dia harapkan.
“Jika menghadapi kondisi itu biasanya sedikit mengeluh, bahkan sedikit protes. ‘Kenapa saya sudah berikhtiar lebih dari itu kok nggak bisa?’,” ujarnya.
Adi meyakinkan, jika itu terjadi, Allah nanti akan memberikan ganti. “Janji itu pasti terlaksana, tapi menunggu waktu yang tepat bagi kita. Seringnya kita egois. Seperti anak kecil. Kalau mintanya sekarang ya harus terwujud sekarang,” ungkapnya.
Dia mengumpamakan, orangtua biasanya tidak memberi HP ke anaknya pada saat tertentu, tapi membolehkan di waktu lainnya yang dinilai lebih tepat. “Apakah kita termasuk manusia yang kadang seperti anak kecil ketika berdoa kepada Allah? Kalau belum dikabulkan, sedikit emosi atau nggerundel,” tanya Adi.
“Kenapa saya sudah shalat Dhuha, Tahajjud, begini, begitu, tapi Allah belum menurunkan yang kita inginkan?” imbuhnya.
Adi yakin, kalau manusia mampu menancapkan diri di Rabbul alamin, maka akan menjadi kuat dan akan meraih takdir Allah itu.
Ikhtiar Bernilai Ibadah
Di Aula Berlian School siang itu, Adi juga mengajak para guru dan karyawan merenung. “Kita sebagai manusia kadang menyepelekan hal-hal sederhana. Kita mungkin jarang berpikir kita ini diciptakan untuk apa,” ujarnya.
Untuk menjawab itu, Adi mengimbau, “Kita bisa melihat diri sendiri, bisa melihat lewat cermin. Keberadaan kita diawali dengan apa,” lanjutnya.
Kalau Allah tidak berkehendak, kata Adi, pertemuan sel telur dan sel sperma yang merupakan awal mula terciptanya kita itu sekadar proses alamiah saja. “Kalau Allah sudah berkehendak, maka terjadilah!” imbuhnya.
Adi menekankan, proses itu hanya sebagian ikhtiar, sedangkan takdir akan bernilai ibadah. “Walaupun nantinya ikhtiar tak bisa merubah takdir kita, maka ikhtiar itu menjadi amal shalih buat kita semua,” sambungnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni