Agama Ibrahim
Saad kemudian memberikan contoh padanan kata qimah di dalam al-Quran yang disebutkan dengan kata qiaman di dalam al-An’am ayat 161.
قُلْ إِنَّنِى هَدَىٰنِى رَبِّىٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍۢ مُّسْتَقِيمٍۢ دِينًا قِيَمًا مِّلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۚ
Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus.’
“Ada ungkapan (di Surat al-An’am 161 tersebut) ‘diinan qiaman’, bahwa agama ini, dinan qiaman (agama yang benar),” tuturnya.
Sa’ad kemudian menyebutkan terkait perbedaan pembacaan kata dinan qiaman menurut mufasir Abu Ja’far ath-Thabari yang tafsirnya dikenal dengan Tafsir ath-Thabari.
“Di dalam Tafsir ath-Thabari, bisa dibaca menjadi dinan qayiman, di samping qiaman juga qayiman. Dan Abu Ja’far ath-Thabari itu sendiri bisa menerima kedua-duanya baik qiamanmaupun qayiman,” ujarnya.
Walaupun, sambungnya, di bekalang beliau mengatakan yang lebih ablagh, yang lebih fasih, yang lebih indah itu yang qayiman, walaupun yang tertera di dalam al-Quran yang kita baca itu adalah qinan qiaman.” Terangnya.
Mengomentari ayat tersebut, Saad menjelaskan bahwa kata dinan qiaman yang dihubungkan dengan milata Ibrahim memiliki makna bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah bagian dari upaya meneruskan agama masa lampau.
“Khususnya adalah agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dengan ucapan milah, milata Ibrahim lalu hanifa. Bahwa millah Ibrahim itu adalah milah yang hanif. Hanif itu cenderung kepada kebaikan-kebaikan,” terangnya.
Oleh karena itu Saad menyimpulkan bahwa hakikat agama adalah mengajarkan kepada kebaikan.
“Jadi agama ini mengajarkan kita untuk punya kecenderungan besar kepada agama dan nilai-nilai agama ini. Maka inilah makna dari ungkapan dari al-qimah al-islamiah,” jelasnya.
Meski demikian, Saad menekankan bahwa nilai-nilai di dalam agama Islam tidaklah tunggal, melainkan bertingkat-tingkat.
“Tentu nilai di dalam Islam itu bertingkat-tingkat. Yang pertama, al-qimah al-islamiah dalam konteks al-aqidah, dalam konteks keyakinan. Jadi keyakinan, keimanan itu punya nilai tertinggi dalam konteks agama ini. Dan di antara iman yang tertinggi itu iman kepada Allah, dan yang lebih tinggi lagi adalah mentauhidkan Allah,” terang dia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni