Zakat Fitrah dengan Uang?
Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak sah membayar zakat dengan uang, berdasarkan hadits di atas, bahwa penyaluran zakat tujuan utamanya adalah memberi makan orang miskin, serta hadits Ibnu Umar yang menegaskan bahwa zakat dibayar dengan kurma atau gandum yang merupakan makanan pokok. (Fatwa Ramadhan, h 136).
Namun beberapa ulama fikih seperti dari madzhab Hanafi dan Imam al-Bukhari membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang. Ulama modern seperti Ibnu Taimiyah dan Yusuf Al-Qardhawi pun berpendapat demikian. Mereka mendasarkan pada perkataan Mu’adz radhiyallahu ‘anhu yang pernah menyampaikan kepada penduduk Yaman,
ائْتُونِى بِعَرْضٍ ثِيَابٍ خَمِيصٍ أَوْ لَبِيسٍ فِى الصَّدَقَةِ ، مَكَانَ الشَّعِيرِ وَالذُّرَةِ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ ، وَخَيْرٌ لأَصْحَابِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – بِالْمَدِينَةِ
“Berikanlah kepadaku barang berupa pakaian pakaian atau baju lainnya sebagai ganti gandum dan jagung dalam zakat. Hal itu lebih mudah bagi kalian dan lebih baik/ bermanfaat bagi para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Madinah.” (HR Bukhari).
Dalil selanjutnya adalah dari sisi maslahat. Di zaman saat ini yang merupakan zaman modern dengan ekonomi uang dan bukan lagi ekonomi barter. Membayar zakat fitrah dengan uang akan lebih bermanfaat bagi fakir miskin sebagai penerima zakat (Fatwa Ramadhan, hlm. 137).
Meskipun teks yang tertera di Himpunan Putusan Tarjih (HPT) adalah zakat fitrah dikeluakan dalam bentuk makanan pokok. ‘Apabila terbenam matahari pada akhir Ramadhan, sedang kamu berkelapangan rezeki, maka keluarkanlah zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari bahan makananmu sebelum shalat Id’. Namun Majelis Tarjih Muhammadiyah mengenai hal ini juga membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang (baca artikel terkait di suaramuhammadiyah.id).
Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa membayar zakat fitrah bisa dengan makanan pokok yaitu 2,5 kg beras, dan bisa juga dengan uang senilai 2,5 kg beras tersebut. Dua-duanya adalah sah dan memiliki maslahat masing-masing.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik; Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM).
Editor Mohammad Nurfatoni