PWMU.CO– Salafisme dalam Muhammadiyah menjadi materi diskusi kajian Ramadhan PCM Krembangan Surabaya, Ahad (10/4/22).
Acara bertempat di Auditorium SD Muhammadiyah 11 Dupak Bangunsari Surabaya diikuti pimpinan, majelis, Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah, Ortom, pimpinan AUM se PCM Krembangan.
Wakil Ketua PWM Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg menjadi pembicara. ”Salafi pada dasarnya mengandung pengertian yang baik, yaitu kelompok yang ingin mengembalikan praktik keagamaan pada masa Nabi dan pada masa sahabat,” kata Biyanto.
Karena itu, sambung dia, semua gerakan Islam di dunia dapat dimasukkan dalam kelompok salafi atau salafiyah.
”Dalam pengertian salafi yang sangat umum yaitu gerakan yang mengembalikan paham dan praktik agama seperti yang dituntunkan Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya,” kata guru besar UIN Sunan Ampel itu.
Muhammadiyah dan Salafi ada beberapa kesamaan yaitu merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah. Bagi Muhammadiyah, NKRI dan Pancasila sebagai final.
”Muhammadiyah memandang bahwa NKRI dan Pancasila itu Darul Ahdi wa Syahadah,” katanya. Artinya, negara berdasar perjanjian dan terlibat dalam di dalamnya.
Menurut dia, kontribusi Muhammadiyah pada negara ini sudah banyak bidang pendidikan, kesehatan dan sosial.
Kesamaan lain Muhammadiyah dengan salafi yaitu gerakan puritanis. Gerakan memurnikan ajaran Islam.
Kategori Salafisme
Prof Biyanto menerangkan Salafisme terbagi tiga kategori. Yaitu Salafi Dakwah, Salafi Gerakan, dan Salafi Jihadi.
”Muhammadiyah termasuk Salafi Dakwah. Maksudnya dakwah al-amri bil ma’ruf wan nahy anil munkar. Juga Muhammadiyah termasuk Salafi Gerakan, artinya gerakan Islam, karena itu semua pimpinan Muhammadiyah mampu menggerakkan jamaahnya untuk pengembangan dan memajukan Muhammadiyah selalu lebih baik,” tandasnya.
Tapi Muhammadiyah tidak termasuk kategori ketiga Salafi Jihadi. Salafi Jihadi mengajarkan kekerasan dengan mengangkat senjata.
”Doktrin Salafi Jihadi ini adalah al-wala’ wa al-barra’. Kesetiaan dan penolakan. Kesetiaan terhadap figur-figur tertentu atau kultus individu. Penolakan terhadap pendapat orang lain di luar kelompoknya,” tandasnya.
Prof Biyanto menandaskan, Muhammadiyah terbuka dengan siapa saja, mendidik dan mengajarkan kebaikan-kebaikan baik muslim maupun non-muslim. Muhammadiyah tidak ada tendensi mengislamkan yang bukan muslim, bahkan memuhammadiyahkan yang tidak Muhammadiyah.
”Agama adalah hidayah dari Allah swt. Tidak perlu memaksakan sesuai dengan keinginan kita,” tuturnya.
Muhammadiyah Luar Negeri
Sesi sebelumnya Prof Biyanto menceritakan perkembangan Muhammadiyah di luar negeri. Di Malaysia, ada kader Muhammadiyah dari Brangsi, Bulu Brangsi, Solokuro Lamongan.
”Di tengah kesibukannya menjadi pekerja migran mampu memajukan Muhammadiyah di Malaysia dengan mendirikan TK Aisyiah,” tuturnya.
Kader Muhammadiyah di Mesir mendirikan TK Aisyiah yang muridnya tidak hanya orang Indonesia melainkan warga asli Mesir.
Lantas dia cerita Muhmmadiyah di dalam negeri. Kejadian tidak mengenakkan dan viral di medsos yaitu Muhammadiyah di Tampo Banyuwangi yang masjidnya mau diserobot.
”Dengan peristiwa tersebut Muhammadiyah tetap santun dan mencerahkan berusaha menyelesaikan masalah dengan bijak,” ujarnya.
Atas kejadian itu, kata Biyanto, Muhammadiyah tidak menanamkan kebencian pada orang lain. Muhammadiyah sangat terbuka untuk semua lapisan masyarakat.
”Jangankan dengan Salafi yang sesama muslim, yang non-muslim pun kita tetap peduli. Contoh di SMP dan SMK Muhammadiyah 1 Serui Kepulauan Yapen Papua. 92 persen murid-muridnya non-muslim, Nasrani dan Katolik. Luar biasa Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan di Indonesia,” tandasnya.
Ditegaskan, Muhammadiyah sangat terbuka. Tidak mungkin menyeleksi satu persatu kader-kader Muhammadiyah. Maka tidak heran jika dalam perjalanannya sampai saat ini Muhammadiyah mempunyai multi wajah.
Penulis Muriyono Editor Sugeng Purwanto