Luas Beraktivitas
Dalam perjalanan waktu, Pak Watik seorang birokrat. Dia pernah menjadi staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pun, pernah sebagai senior saintis pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kantor Menteri Riset dan Teknologi pada 1991-1993.
Di lembaga negara, Pak Watik juga pernah berkiprah. Pada 1993-1998 dia menjadi anggota MPR-RI dari Fraksi Karya Pembangunan.
Selanjutnya, Pak Watik pernah menduduki beberapa jabatan penting seperti: Asisten Wakil Presiden bidang Pembinaan, Persatuan dan Kesatuan Bangsa (23 April 1998-23 Juli 1998); Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Pemerintahan dan LPND (23 Juli 1998-9 September 1998); Sekretaris Wakil Presiden RI (9 September 1998-5 November 1999); Sekretaris Presiden BJ Habibie dan Direktur Eksekutif The Habibie Center pada 1999.
Di khusus keahliannya, Pak Watik tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), anggota Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI), anggota International Association of Anatomist of Biomechanics.
Di luar yang disebut di atas, Pak Watik juga pernah aktif di Himpunan Indonesia untuk Peminat Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS). Juga, pernah sebagai Dewan Direktur Center for Information and Development Studies (CIDES). Sementara, di ICMI, Pak Watik ikut mendirikan. Terakhir, di ICMI sebagai Dewan Penasihat.
Pak Watik dekat dengan Habibie. Berawal pada November 1990. Lewat Wardiman Djojonegoro, Pak Watik berkenalan dengan Habibie. Kala itu kesan pertama Habibie atas Pak Watik, dia termasuk anak muda yang berpikiran modern.
Sejak itu, keduanya menjalin hubungan profesional dan personal yang akrab. Sekitar dua puluh enam tahun mereka bersahabat. Habibie sudah menganggap Pak Watik sebagai adik sendiri.
Jejak dakwah Pak Watik memang panjang. Di atas telah disebut, jejaknya ada di PII, Muhammadiyah, CIDES, dan ICMI. Jejak lain, ada di Laboratorium Dakwah-Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta, Yayasan Shalahuddin-Yogyakarta, dan The Habibie Center.
Sang Teladan
Pak Watik wafat pada 19 Februari 2016. Banyak yang berduka. Sejumlah sahabat merasa kehilangan. “Muhammadiyah mengucapkan belasungkawa. Kita kehilangan tokoh Muhammadiyah yang besar kiprah dan pemikirannya dalam Muhammadiyah maupun kancah nasional,” kata Haedar Nashir – Ketua Umum PP Muhammadiyah (gema.uhamka.ac.id).
Senada, Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 Din Syamsuddin mengatakan almarhum adalah tokoh Muhammadiyah yang berkualifikasi sebagai aktivis, administrator, dan konseptor.
Hal yang demikian ini, “Mungkin dipengaruhi latar belakang almarhum yang aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) sewaktu remaja dan latar akademiknya sebagai dokter ahli bedah,” kata Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin lalu memberi ilustrasi. Bahwa, pada 1985 Majelis Tabligh PP Muhammadiyah yang dipimpin Amien Rais mengeluarkan konsep tentang tantangan dan strategi dakwah. Hal itu tidak terlepas dari pikiran almarhum yang saat itu menjabat sebagai sekretaris.
Lebih lanjut, kata Din, PP Muhammadiyah periode 2000-2005 memutuskan konsep “Strategi Dakwah Kultural” yang sangat penting dalam menghadapi dinamika masyarakat. Konsep itu, juga sangat dipengaruhi oleh pikiran almarhum yang waktu itu menjadi ketua timnya (baca gema.uhamka.ac.id).
Demikian, semoga spirit kepejuangan Ahmad Watik Pratiknya menginspirasi umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Semoga kiprah Pak Watik sebagai dokter yang mumpuni sekaligus pendakwah yang andal menjadi teladan bagi kita. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni