Telaten Mengader
Saat pelajar, Adaby Darban adalah aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Organisasi pergerakan ini didirikan pada 1947 di Yogyakarta. Dia pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Daerah PII Kota Yogyakarta (1974-1976).
Adaby Darban suka berbagi ilmu. Terkait ini, Mustofa W Hasyim berbagi kisah. Bahwa, Adaby Darban itu cinta sejarah. Bahwa, Adaby Darban itu ringan tangan. Buah dari kombinasi dua sikap yang baik ini, membuat dia suka cita membantu juniornya di PII, yaitu Muhammad Nasirudin yang tinggal di Muntilan Magelang.
Kala itu Nasirudin meminta bantuan Adaby Darban untuk berbagi ilmu sejarah. Bahkan sampai ke metode sejarah dalam hal menggali fakta sejarah dan metode menuliskannya.
Di kegiatan itu Nasirudin mengajak anak-anak muda untuk berguru ilmu sejarah kepada Adaby Darban. Tujuan akhirnya, mereka bisa menulis sejarah semua Cabang Muhammadiyah yang ada di Magelang.
Cekatan, Adaby Darban bertindak selaku konsultan untuk kerja besar tersebut. Hasilnya, sebuah buku berharga berjudul Ada untuk Bermakna. Isinya, sejarah berbagai Cabang di lingkungan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Magelang. Semuanya, ditulis lengkap dan mendalam (baca: suaramuhammadiyah.id).
Prestasi dan Penghargaan
Banyak apresiasi kepada Adaby Darban, yang juga aktif sebagai anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Yogyakarta. Berikut ini di antaranya.
Pada 1985 dia mendapat penghargaan sebagai Dosen Teladan Tingkat Fakultas di UGM. Pada 1986, sebagai Dosen Teladan II, Tingkat Universitas Gadjah Mada.
Ketika belajar di Australia, ada kesan tersendiri. Dia menjadi Presiden Persatuan Pelajar Indonesia di Australia (PPIAN), di negara bagian Victoria.
Serius, Serius!
Sebagai sejarawan, Adaby Darban prihatin atas penulisan sejarah yang banyak tidak sesuai dengan fakta. Terkait ini, ada pernyataan penting dari dia. Bahwa, “Roll (film) sejarah berjalan. Penguasa selalu berusaha mengarahkan jalannya sejarah. Sejarah berputar, dan penguasa menentukan. Padahal tulisan sejarah ada yang tidak sejalan dengan penguasa tapi ketika publikasi, versi penguasa yang dominan. Dia bisa menentukan kapan hari jadi suatu kota atau peristiwa,” kata Adaby Darban (Lasa Hs. dkk., 2014: 98).
Sekaitan hal di atas, Adaby Darban merasakan bahwa tidak mudah untuk menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya pemahaman sejarah. Meski begitu, Ahmad Adaby Darban yang wafat pada 6 November 2011, selalu bersemangat.
Almarhum meyakini, bahwa usaha pelurusan sejarah perlu ditekuni secara serius. Tak heran, bagi yang mengenalnya, Ahmad Adaby Darban itu teliti dalam hal data sejarah. Tentu, teliti juga dalam menulis karya sejarah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni