Perlu Perhatikan Hal Ini
Namun yang perlu diperhatikan adalah apakah ada air yang masuk ke rongga mulut, hidung, atau telinga saat berenang tersebut.
Hal ini mengingat Nabi SAW pernah melarang ber-istinsyaq berlebihan ketika puasa, tidak lain demi kehati-hatian agar tidak sampai ada air yang masuk ke rongga hidung.
عَنْ لَقِيْطِ بْنِ صَبِرَةَ قَالَ قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْوُضُوْءِ قَالَ أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا. (رواه الترمذي)
Artinya: Diriwayatkan dari Laqith bin Saburah ia berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terangkanlah kepadaku perihal wudhu. Beliau bersabda : Ratakanlah air wudhu dan selah-selahilah jari-jarimu serta keras-keraskanlah menghirup air di hidung kecuali apabila kamu sedang berpuasa. (HR Tirmidzi).
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berpendapat, “Jika seseorang kemasukan air ketika mandi untuk mendinginkan atau membersihkan badan, begitu pula karena berendam air masuk ke dalam jauf melalui mulut atau hidung, hal itu dihukumi makruh jika tidak disengaja. Jika disengaja membuat air masuk, hukumnya adalah berdosa dan puasanya batal.”
(baca aliftaa.jo)
Hal ini sebagaimana disampaikan di awal bahwa memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui mulut atau hidung sehingga air masuk ke dalam perut adalah membatalkan puasa. Adapun jika tidak sengaja dan tidak memprediksikan bahwa akan ada air yang masuk ke rongga mulut atau hidung kemudian ternyata air masih masuk ke dalam rongga mulut atau hidung atau telinga maka hukumnya makruh.
Namun jika sudah mengetahui misalnya sudah menjadi kebiasaan bahwa ketika berenang akan kemasukan air maka ini sama dengan menyengaja.
Oleh karena itu mengenai berenang saat puasa hal ini kembali kepada masing-masing individu yang lebih mengetahui tentang kondisi dan kebiasaannya. Pada asalnya berenang saat puasa boleh, asal bisa memastikan tidak ada air yang masuk ke dalam rongga mulut, hidung dan telinga.
Sebagai seorang Muslim hendaknya selalu memiliki semangat melakukan ketaatan kepada Allah dan berhati-hati dalam melakukan sesuatu yang dapat merusak amal ibadah.
Wallahu a’lam bish shawab (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni