Tiga Alternatif
Pada kesimpulannya Prof Syamsul Anwar berpendapat bahwa orang yang tinggal di negara Eropa dengan durasi siangnya sangat panjang agar berpuasa menggunakan perkiraan kadar menurut lamanya waktu berpuasa di Madinah. Di mana Madinah merupakan tempat diturunkannya perintah puasa. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh sejumlah mufti yang pernah menjabat Mufti Negara di Darul-ifta’, Mesir.
Prof Syamsul juga menambahkan bahwa jika ada orang yang diperkirakan tinggal di Eropa tidak lama maka bisa mengambil hukum sebagai musafir dan menggantinya ketika kembali ke negaranya, namun beliau menekankan bahwa puasa di bulan Ramadan memiliki keutamaan tersendiri di mana terdapat lailatul qadar di dalamnya.
Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat diambil beberapa pendapat. Pertama, orang yang berada di wilayah lintang tinggi berpuasa sebagaimana perjalanan matahari, meskipun puasanya hampir 23 jam.
Kedua, orang yang berada di wilayah lintang tinggi berpuasa menyesuaikan kadar puasa di Madinah sebagai tempat turunnya perintah berpuasa.
Ketiga, orang yang berada di wilayah lintang tinggi dapat berpuasa menyesuaikan kadar di saat di wilayah tersebut mengalami siang dan malam sama panjangnya.
Penulis berpandangan bahwa dari ketiga pendapat di atas adalah pilihan bagi orang yang sedang melaksanakan puasa di daerah lintang tinggi. Ketiganya sama-sama dilandasi oleh dalil dan argumen masing-masing serta dapat dipertanggung jawabkan.
Pada dasarnya Islam merupakan agama yang memudahkan dan tidak menyulitkan. Oleh karena itu pilihan berpuasa di daerah lintang tinggi kembali kepada masing-masing individu.
Jika mereka yakin dapat melaksanakan puasanya selama hampir 24 jam tanpa ada mudharat yang mengiringinya maka hal itu bisa dilaksanakan.
Adapun jika mengambil jalan kemudahan, dengan memperkirakan durasi puasa di Madinah atau puasa menurut waktu setempat ketika kadar siang dan malam sama panjangnya hal ini juga dibenarkan.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni