Para Penerima Zakat
Kemudian Bu Nur bertanya kepada hadirin, “Kepada siapa saja yang berhak menerima zakat maal, ada berapa asnaf?”
Serentak jamaah menjawab, “Delapan asnaf Bu!”.
Dia lalu mengutip surat at-Taubah ayat 60, “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, para amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hsmba sahaya, untuk (membebaskan) orang-irang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Delapan golongan yang berhak menerima zakat maal, jelas Nurfadlilah adalah: pertama, fakir. Yaitu orang yang tidak mempunyai apa-apa, bahkan untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya saja ia susah.
Kedua, ia melanjutkan, orang yang berhak menerima zakat adalah orang miskin. “Orang itu punya harta tapi nggak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” jelasnya. Ketiga, amil zakat, yakni orang yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
“Kalau misalnya orang yang bertugas menunggu orang mengirim zakat seperti pada malam menjelang takbiran itu disebut wakil/panitia zakat nggeh Bu. Bukan amil zakat. Jadi tidak berhak menerima zakat,” tegasnya.
Amil zakat ini, lanjutnya, orang yang langsung ke rumah mengambil zakat. Atau misalnya ada orang baru saja mendapat warisan, dapat hibah, dapat trabasan, lalu si amil ini langsung ke rumah mengingatkan untuk membayar zakat.
Mualaf
Keempat, mualaf, yaitu orang yang dilunakkan hatinya atau baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan tauhid dan syariah. Kelima adalah riqab, yakni budak atau hamba sahaya. “Kalau sekarang ini sudah tidak ada lagi budak, tidak seperti di zaman Rasulullah dulu,” ujarnya.
Orang yang berhak menerima zakat keenam adalah gharim, orang yang berutang. “Kira-kira kalau ada orang punya banyak utang, misalnya kredit motor, kredit rumah, kredit mobil, termasuk dapat zakat apa tidak ibu-ibu?” tanyanya.
Spontan peserta kajian menjawab “Tidak…,” jawab mereka sambil tersenyum.
Ketujuh, Nurfadillah melanjutkan, adalah fisabilillah, yakni orang yang berjuang di jalan Allah seperti jihad, berdakwah dan semacamnya. “Kalau guru yang biasanya di desa dan gajinya sedikit, hanya Rp 200 ribu misalnya, itu berhak dapat zakat nggeh Bu,” tegasnya. “Karena untuk gaji yang segitu tentunya mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.”
Dan yang terakhir adalah ibnu sabil atau musafir. Yaitu orang yang sedang dalam perjalanan dan memerlukan pertolongan, karena kehabisan bekal. “Contohnya orang yang dalam perjalanan kecopetan, meskipun, orangnya mampu tapi di jalan ia kehabisan biaya. Pelajar, mahasiswa yang menuntut ilmu di negeri orang yang kehabisan biaya, tidak punya uang sama sekali, maka wajib diberi zakat,” terangnya.
Baca sambungan di halaman 3: Zakat Fitri