Menurut Hadits
Dalam kondisi inilah umat Islam perlu mengingat sebuah hadis:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim No. 1584)
Berdasarkan hadis di atas maka penukaran emas, perak, atau alat jual beli lainnya—yaitu yang saat ini kita sebut uang—jika sama nilainya maka ini dibenarkan. Namun jika ada salah satu pihak yang menambah atau meminta tambahan, maka ini termasuk ke dalam riba.
Misalnya praktik penukaran uang lama dengan uang baru di bank tanpa ada pengurangan atau penambahan nilai uang maka itu dibenarkan.
Akan tetapi jika kita menukar uang lama dengan uang baru yang tidak sama nilainya seperti contoh di atas, yaitu menukar uang Rp. 110.000 dengan uang pecahan yang totalnya Rp. 100.000 maka inilah yang masuk ke dalam riba.
Riba merupakan perbuatan yang dilarang oleh Islam. Ancaman perbuatan riba disebutkan di dalam al-Baqarah ayat 275:
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Adapun riba pada kasus penukaran uang dengan nilai yang lebih tinggi termasuk ke dalam riba fadhl yaitu menukar barang yang sama jenisnya dengan kualitas yang berbeda dari syarat penukar.
Para ulama pun telah membahas masalah riba terkait penukaran uang dengan uang. Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa penukaran uang dengan uang dengan nilai yang berbeda adalah termasuk riba, baik itu mata uang yang sama di mana uang kertas ditukar dengan uang logam, atau menukar satu mata uang dengan mata uang lainnya. (Lihat https://islamqa.info/ar/answers/275763/, https://binbaz.org.sa/fatwas/10511/, dan https://www.islamweb.net/ar/fatwa/183329/).
Baca sambungan di halaman 3: Beberapa Alternatif